Hari Berkabung Daerah Kalbar, Mengenang Peristiwa Mandor yang Kelam

PONTIANAK, borneoreview.co – Setiap 28 Juni adalah Hari Berkabung Daerah Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar). Ini terkait erat dengan Peristiwa Mandor yang kelam.

Melansir berbagai sumber, Rabu (25/6/2025), tanggal ini menjadi Hari Berkabung Daerah berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2007.

Masyarakat Kalbar diimbau untuk mengibarkan bendera setengah tiang selama 1 hari pada hari tersebut.

Kenapa berkabung? Ini karena Peristiwa Mandor adalah peristiwa pembantaian masal. Dengan kata lain, tanggal 28 Juni diyakini sebagai hari pengeksekusian ribuan tokoh-tokoh penting masyarakat pada masa itu.

Yang jelas, zaman pendudukan Jepang di Kalbar sangat menyeramkan. Peristiwa Mandor terjadi akibat ketidaksukaan penjajah Jepang terhadap para pemberontak.

Yang dibantai bukan hanya kaum cendekiawan maupun feodal namun juga rakyat-rakyat jelata yang tidak tahu apa-apa.

Berikut beberapa hal yang bisa diingat dari peristiwa tersebut:

1. Tragedi Mandor Berdarah
Pembantaian itu terjadi pada 28 Juni 1944 di daerah Mandor, Kabupaten Landak Provinsi Kalimantan Barat.

Peristiwa Mandor ini sering dikenang dengan istilah Tragedi Mandor Berdarah, yaitu telah terjadi pembantaian masal tanpa batas etnis dan ras oleh tentara Jepang dengan samurai.

2. Berawal dari Kecurigaan
Peritiwa ini diawali dengan kecurigaan pihak Jepang bahwa di Kalimantan Barat dan Selatan terdapat perkumpulan yang terdiri atas kaum cerdik pandai.

3. Informan Jepang
Berdasarkan informasi dari para informan Jepang, kelompok Banjarmasin telah menjalin hubungan dengan para aktivis di Pontianak.

4. Ragam Penangkapan
Pada akhir Januari 1944 terjadi  penangkapan tahap II. Sekitar 120 orang yang ditangkap, antara lain tokoh-tokoh Singkawang.

Sedangkan penangkapan tahap III terjadi pada Februari 1944, menimpa para ambtnaar dan kaum intelektual pada zamannya.

5. Jepang Curigai Keluarga Sultan
Jepang mencurigai keluarga Sultan Muhammad Alkadrie yang akan menjadi otak pemberontakan. Sehingga terjadi penangkapan-penangkapan.

Penangkapan-penangkapan tersebut terjadi antara September 1943 dan awal 1944.

6. Seram dan Menegangkan
Pada 28 Juni 1944 itulah saat yang menyeramkan bagi warga Pontianak.

Sejak awal April, Pemerintah Jepang di Pontianak mendengar isu akan adanya pemberontakan, suasana kota Pontianak pun menjadi tegang.

7. Jepang Membabi Buta
Setiap orang yang dianggap mempunyai intelektualitas terutama para ulama ditangkapi.

Sultan Muhammad Alkadrie dan para punggawanya “dijemput” paksa balatentara Jepang dari istananya.

Dengan disaksikan istri, anak cucu, punggawa dan sebagian rakyatnya, raja yang ahli ibadah itu dirantai dan kepalanya ditutupi kain hitam.

8. Kepala-kepala Dipenggal
Rombongan pembesar kerajaan dibawa ke depan markas Jepang di sisi lain Sungai Kapuas (sekarang menjadi markas Korem).

Di tempat itu satu persatu kepala mereka dipenggal, kemudian dimasukkan ke truk dan dibawa pergi entah ke mana.

9. Jasad Sultan Ketemu
Tujuh bulan kemudian setelah Jepang sudah angkat kaki, jasad Sultan Muhammad Alkadrie berhasil ditemukan di Krekot.

Penemuan itu sendiri berkat laporan salah seorang penggali lubang makam yang berhasil lolos dari pembantaian serdadu Jepang.

10. Pembantaian 21.037 Orang
Menurut sejarah hampir terdapat 21.037 jumlah pembantaian yang dibunuh. Pihak Jepang menolak angka itu dan menganggap hanya 1.000 korban saja.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *