MANOKWARI, borneoreview.co – Pemerintah Kabupaten Manokwari melakukan peremajaan tanaman kelapa sawit seluas 200 hektare pada tahun 2025 sebagai bagian dari program nasional Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).
Plt Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Manokwari Serdion Rahawarin, di Manokwari, Rabu (25/6/2025) menjelaskan, peremajaan sawit ini bertujuan meningkatkan produktivitas kebun rakyat dan memperkuat rencana jangka panjang pembangunan pabrik kelapa sawit di daerah.
“Target PSR 200 hektare ini menjadi bagian dari upaya memenuhi kebutuhan minimal 3.500 hektare lahan produktif yang menjadi syarat pembangunan pabrik sawit,” katanya.
Ia mengatakan, hingga saat ini, total luas kebun sawit rakyat di Manokwari baru mencapai 2.728 hektare.
Dengan luasan lahan tersebut, pihaknya membutuhkan penambahan lahan sekitar 1.050 hektare untuk memenuhi persyaratan pendirian pabrik kelapa sawit.
Berdasarkan regulasi ketentuan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan RI, pabrik kelapa sawit minimal harus mampu mengolah 15 ton tandan buah segar (TBS) per jam.
“Hal itu berarti berarti kita di Kabupaten Manokwari harus memiliki sedikitnya 3.500 hektare lahan sawit produktif,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi Pemkab Manokwari agar dapat membuat pabrik kelapa sawit.
Selain menambah luasan kebun sawit, tantangan lainnya adalah status lahan yang belum seluruhnya memenuhi syarat legalitas, seperti izin penggunaan kawasan hutan dan sertifikat tanah.
“Banyak hal yang harus dipenuhi selain penambahan lahan, karena dari sebagian perkebunan kelapa sawit harus mendapat persetujuan pengalihan status hutan dari Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat,” ujarnya.
Tantangan lainnya adalah dari sisi pendanaan, yaitu penyertaan modal dalam pembuatan perkebunan kelapa sawit.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, 30 persen modal untuk pendirian pabrik sawit harus dari pihak pengusung, atau petani sawit.
“Jika pembangunan pabrik sawit diperkirakan menelan biaya sekitar Rp200 miliar, maka dibutuhkan modal mandiri sebesar 30 persen, atau sekitar Rp60 miliar, dari pihak pengusung,” ujarnya.
Pemkab Manokwari saat ini sedang menjajaki kemungkinan kebijakan afirmatif dari pemerintah pusat untuk pendirian pabrik sawit, mengingat Papua merupakan daerah otonomi khusus (Otsus).
“Kami harap ada kebijakan khusus untuk meringankan syarat pendirian pabrik, agar petani kita tidak menunggu terlalu lama mendapatkan fasilitas pengolahan TBS yang memadai,” katanya.
Program peremajaan ini juga sejalan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan petani sawit lokal dan menata ulang kebun sawit agar ramah lingkungan dan sesuai tata ruang. (Ant)