KARAWANG, borneoreview.co – Ribuan warga Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, setiap tahun selalu dihadapkan dengan bencana alam banjir.
Dari 297 desa se-Karawang, Desa Karangligar merupakan satu-satunya desa yang menjadi daerah langganan banjir. Dalam setahun, banjir di desa berpenghuni hampir 6 ribu jiwa itu bisa terjadi lebih dari 10 kali.
Saat banjir datang, mereka harus mengungsi. Jika dalam setahun banjir terjadi lebih dari 10 kali, maka selama lebih dari 10 kali itu pula mereka harus mengungsi, di antaranya ke kantor desa.
Mengungsi ke tempat yang lebih aman harus mereka lakukan, karena ketinggian air saat banjir bisa mencapai satu meter lebih. Selain itu, di titik-titik tertentu arus air cukup deras saat terjadi banjir.
Data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Karawang, banjir yang seringkali terjadi di Desa Karangligar itu akibat tingginya muka air Sungai Cibeet dan Citarum yang memicu meluapnya air ke areal sawah dan permukiman warga.
Saat tinggi muka air Cibeet dan Citarum meningkat, daerah di sekitar Desa Karangligar sudah pasti banjir. Apalagi desa itu berdekatan dengan titik pertemuan arus Sungai Cibeet dan Citarum, yang memungkinkan terjadi limpasan.
Cibeet merupakan sungai yang airnya mengalir dari kawasan Puncak Bogor hingga ke Karawang. Sedangkan Citarum memiliki hulu sungai di Situ Cisanti, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung.
Dengan demikian, meski di Karawang tidak hujan, tinggi muka air Cibeet dan Citarum di wilayah Karawang bisa meningkat jika di daerah sekitar Bogor dan Bandung hujan deras. Jadi, banjir di sekitar Desa Karangligar bisa terjadi walaupun Karawang tidak turun hujan.
Banjir bagi warga Desa Karangligar seakan-akan sudah biasa akibat terlalu seringnya dilanda banjir.
Presiden, gubernur dan bupati dari sudah beberapa kali datang saat banjir untuk melakukan monitoring. Begitu juga para anggota legislatif tingkat kabupaten, provinsi hingga pusat seringkali datang pula meninjau Desa Karangligar saat terjadi banjir.
Beragam wacana program sudah tersampaikan untuk penanganan banjir di Desa Karangligar, mulai dari program pembangunan Bendungan Cibeet dan Cijurey, pembangunan embung dan kolam retensi hingga relokasi warga yang langganan terdampak banjir.
Terakhir, pada saat banjir yang terjadi awal tahun 2025, Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui gubernurnya, Dedi Mulyadi melayangkan program pembangunan rumah panggung untuk warga Desa Karangligar. Hal itu disampaikan agar warga tidak melulu mengungsi saat bencana banjir.
Beragam program yang tersampaikan itu disebut-sebut sebagai solusi untuk mengatasi banjir langganan di Desa Karangligar. Namun setelah bertahun-tahun wacana itu berjalan, program pembangunan bendungan, embung dan kolam retensi tidak jua terwujud. Begitu juga dengan rumah panggung yang dijanjikan untuk ribuan warga, belum terealisasi hingga saat ini.
Sejumlah warga setempat mengaku sudah lelah dengan wacana terkait dengan penanganan banjir di desanya.
Oni, salah seorang warga setempat mengaku pasrah harus terus bergelut dengan banjir setiap tahun. Sudah bertahun-tahun desanya menjadi langganan banjir. Bahkan frekuensinya bisa lebih dari 20 kali terjadi banjir dalam setahun.
Ia bersama warga lainnya mengaku pasrah menantikan janji penanganan banjir di desanya, termasuk menantikan janji penanganan banjir di Desa Karangligar yang cukup fenomenal, membangun rumah panggung untuk warga Desa Karangligar.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi dalam kunjungannya ke Karawang pada awal Maret 2025 menyebutkan, pembangunan rumah panggung menjadi solusi atas persoalan banjir di sekitar Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang.
Rumah-rumah di daerah ini akan dibuat dengan kolong setinggi 2,5 meter. Jadi saat banjir, warga tidak perlu repot hingga berbasah-basah. Cukup turun dan menggunakan perahu untuk akses ke jalan.
Dedi Mulyadi mengaku telah meninjau lokasi banjir di desa itu. Relokasi warga yang tinggal di daerah langganan banjir itu sulit dilakukan. Karena itu perlu dilakukan solusi lain.
Menurut dia, pembangunan rumah kolong menjadi solusi. Pemprov Jabar akan menyiapkan desain arsitektur rumah kolong tersebut. Harapannya, warga dapat menyesuaikan diri saat banjir datang.
Pembangunan rumah panggung bagi masyarakat tersebut akan lebih banyak melibatkan partisipasi pengusaha. Pembangunannya bukan hanya oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat, tapi juga ada partisipasi pengusaha untuk membangunkan rumah panggung.
Meski yang dijanjikan terdapat sekitar seribu rumah panggung, kini yang telah direalisasikan Pemprov Jabar 35 unit rumah panggung.
Salah seorang tokoh masyarakat setempat, Asep Alvino menyampaikan, rumah panggung yang dijanjikan Dedi Mulyadi sebanyak seribu unit, namun berdasarkan keterangan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Karawang yang terealisasi baru 35 unit.
Oleh karena itu, perlu mengkaji dahulu kebutuhan dan kemampuan anggarannya agar program dapat terealisasi.
Waktunya Penanganan nyata
Penanganan banjir jangka panjang semestinya tidak hanya menjadi obrolan saat peristiwa banjir terjadi.
Penanganan banjir di Desa Karangligar, Karawang tampaknya perlu terus digalakkan sehingga banjir yang dalam setahun dilaporkan lebih dari 10 kali, dapat teratasi
Menteri Pekerjaan Umum (PU), Dody Hanggodo, saat kunjungan kerja ke Karawang menyebutkan, Desa Karangligar menjadi langganan banjir akibat arus aliran air (back water) dari Sungai Cibeet yang menyebabkan Saluran Pembuang Cidawolong dan Kedunghurang tidak mampu mengalirkan air secara optimal.
Kementerian Pekerjaan Umum telah menyiapkan sejumlah langkah penanganan, antara lain normalisasi saluran pembuangan, pemasangan pompa, serta pembangunan tanggul atau parapet guna memperkuat infrastruktur pengendali banjir.
Rencana ini juga mencakup pembangunan rumah pompa dan peningkatan sistem drainase di Saluran Pembuang Cidawolong dan Kedunghurang untuk memperlancar aliran air.
Menteri Dody Hanggodo menegaskan penanganan banjir ini juga harus melibatkan pemerintah daerah agar bisa berjalan efektif.
Banjir di Desa Karangligar sudah terjadi sejak lebih dari 10 tahun lalu. Beragam rencana penanganan dari pemerintahan kabupaten, pemerintah provinsi hingga pemerintah pusat sudah tersampaikan.
Kini masyarakat menunggu realisasi penanganannya. Dengan begitu, daerah tersebut tidak dijuluki lagi sebagai desa langganan banjir.(Ant)