JAKARTA, borneoreview.co – Lumbung Pangan Desa (LPD) menjadi salah satu program pemerintah.
Tujuan Lumbung Pangan Desa untuk meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan pangan di tingkat desa.
LPD dikembangkan untuk sejumlah tujuan, antara lain meningkatkan ketersediaan pangan di tingkat desa, sehingga masyarakat desa dapat memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri.
Kemudian, meningkatkan keterjangkauan pangan bagi masyarakat desa, terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan akses ke pasar.
Selain itu, mengurangi ketergantungan pada pasar. Dengan adanya LPD, masyarakat desa dapat mengurangi ketergantungan pada pasar dan meningkatkan kemandirian pangan.
Seiring dengan itu juga untuk meningkatkan pendapatan petani. LPD diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani dengan memberikan mereka kesempatan untuk menjual hasil panennya secara langsung kepada masyarakat desa.
Dalam penerapannya di lapangan, LPD biasanya dioperasikan oleh masyarakat desa sendiri dengan dukungan dari pemerintah dan lembaga lainnya.
LPD dapat berupa gudang penyimpanan pangan, pasar desa, atau sistem distribusi pangan lainnya yang dikelola oleh masyarakat desa.
Di sisi lain, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), diketahui jumlah desa di Indonesia yakni 74.961 desa.
Sementara itu, Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki desa paling banyak (8.576 desa). Jumlah tersebut lebih banyak tujuh desa dibandingkan dengan Jawa Tengah, yakni 8.569 desa. Setelahnya, baru Provinsi Jawa Barat dengan sekitar 5.600 desa.
Jumlah desa yang cukup besar ini merupakan potensi bagi pengembangan lumbung pangan, yang dalam tataran operasional dapat bersinergi dengan program Cadangan Pangan Desa.
Ini perlu dicermati karena cadangan pangan dan lumbung pangan merupakan program nyata untuk mewujudkan ketahanan pangan yang kokoh dan kuat di pedesaan.
Selanjutnya, PP Nomor 8 Tahun 2016 mengartikan dana desa sebagai dana yang bersumber dari APBN, yang diperuntukkan bagi desa dan ditransfer melalui APBD kabupaten/kota.
Dana desa ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Satu hal yang menarik untuk dicermati dan telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 tentang Rincian APBN TA 2022 disebutkan bahwa dana desa ditentukan penggunaannya untuk program ketahanan pangan dan hewani paling sedikit 20 persen (dua puluh persen). Angka ini cukup besar dan penggunaannya butuh perencanaan yang matang.
Sebagaimana diketahui bersama, dimulai pada pertengahan 2020, proyek lumbung pangan nasional digadang-gadang sebagai solusi mengatasi ancaman krisis pangan masa depan.
Terlebih setelah Badan Pangan Dunia (FAO) memprediksikan akan terjadinya krisis pangan sebagai dampak adanya pandemi COVID-19.
Beberapa negara produsen pangan, khususnya bangsa yang sebagian besar warganya sangat menggantungkan diri terhadap bahan pangan beras, diimbau agar serius dan jangan pernah merasa ragu dalam meningkatkan ketersediaan pangan guna memantapkan ketahanan pangan yang semakin berkualitas.
Imbauan FAO ini tentu sangat penting dicermati dengan saksama. Semua pihak ingin bangsa ini selamat dari bencana, sekiranya krisis pangan global betul-betul menyergap bangsa-bangsa di dunia.
Maka Indonesia perlu menyiapkan perencanaan yang matang sehingga bisa memitigasi risiko dengan baik. Sergapan COVID-19 menjadi bahan pembelajaran untuk semua.
Lumbung Pangan
Semangat dan hasrat untuk melahirkan Indonesia sebagai lumbung pangan rupanya pantas diberi acungan jempol. Keinginan seperti ini jelas bukan halusinasi, apalagi bila disebut mimpi di siang bolong.
Dengan kekayaan sumber daya pertanian yang dimiliki, mestinya Indonesia mempunyai kemampuan untuk mewujudkannya.
Justru yang menjadi persoalan adalah, apakah bangsa ini dapat meraihnya? Apakah segenap warga mempunyai semangat yang sama guna menjadikan Indonesia ini sebagai lumbung pangan?
Dan yang tidak kalah penting untuk disampaikan adalah, apakah sudah ditemukan terobosan cerdas dalam penerapannya di lapangan?
Dari segudang pilihan untuk membangun lumbung pangan, pengembangan Lumbung Pangan Desa merupakan langkah yang cukup pas untuk dilakukan.
Betapa kuatnya Lumbung Pangan Nasional adalah ketika setiap desa di negeri ini memiliki lumbung pangan. Setidaknya, ada lebih dari 81 ribu desa yang potensial untuk menjadi lumbung pangan beragam komoditas jenis pangan.
Setiap desa tentu memiliki kekhasan dalam mengembangkan lumbung pangan. Ada yang membangun lumbung pangan komoditas gabah atau beras, ada juga jagung, kedelai, buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman perkebunan seperti kopi, teh, dan lain sebagainya.
Betapa beragamnya lumbung pangan Indonesia sesuai dengan kondisi desanya masing-masing.
Adanya kemauan politik pemerintah untuk mematok sekurang-kurangnya 20 persen anggaran dana desa digunakan untuk ketahanan pangan sebetulnya dapat menjadi pemicu agar setiap desa mampu membangun lumbung pangan.
Betapa semaraknya desa yang mengembangkan lumbung pangan. Tinggal sekarang, bagaimana teknis pelaksanaannya.
Penting dicatat, membangun lumbung pangan butuh ketelatenan dan keseriusan dari mereka yang menanganinya.
Kehadiran dan keberadaan para penyuluh pertanian dan tokoh tani di desa benar-benar sangat dimintakan. Mereka harus menjadi mitra pemerintah desa dalam merumuskan pengembangan Lumbung Pangan Desa ini.
Sebagai “obor” yang diharapkan mampu menerangi kehidupan petani, para penyuluh tetap dimintakan untuk dapat mendidik, melatih, dan memberdayakan para petani terkait langkah pengembangan lumbung pangan.
Penyuluh pertanian penting mengajak para petani untuk menerapkan prinsip-prinsip sinergi dan kolaborasi dalam pelaksanaan pengembangan lumbung pangan ini.
Semua percaya para penyuluh pertanian telah memiliki teknologi dan inovasi guna menopang pengembangan lumbung pangan di pedesaan.
Beberapa program lumbung yang selama ini sudah ditempuh diharapkan mampu jadi teladan untuk menguatkan lumbung pangan selanjutnya. Betapa hebatnya Indonesia jika di setiap desa memiliki lumbung pangan yang berkualitas.
*) Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.