JAKARTA, borneoreview.co – Menyambut Kemerdekaan ke-80 RI, kata pahlawan menjadi topik menarik. Dalam konteks kemerdekaan ini.
Tidak berlebihan kalau sikap yang ditunjukkan oleh Dona Lubis (46), seorang bidan di Kabupaten Pasaman, Sumatra Barat, kita masukkan dalam kategori sebagai pahlawan masa kini.
Dona, menunjukkan totalitas pengabdiannya sebagai pahlawan, untuk menyelamatkan nyawa warga, dengan nekad bertaruh nyawa mengarungi derasnya Sungai Batang, Pasaman.
Ia mengenyampingkan keselamatan dirinya saat mengarungi sungai untuk mengobati pasien Tuberkulosis (Tb) di Kejorongan Sinuangon, Nagari (Desa) Cubadak Barat, Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman.
Dona Lubis hanyalah satu dari banyak orang yang di dalam jiwanya mengalir semangat pahlawan di era kemerdekaan ini.
Banyak orang dari berbagai profesi, yang bekerja dengan penuh dedikasi untuk melayani pihak lain, melebihi tugas dan tanggung jawab yang semestinya. Mereka adalah pahlawan.
Status pahlawan secara formal mungkin sudah tertutup karena pengakuan negara atas perjuangan seseorang terbatas pada perjuangan melawan kaum penjajah, hingga mengantarkan bangsa ini mencapai kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
Namun, secara substansi, bangsa kita masih “membuka peluang” bagi siapapun untuk menjadi pahlawan sejati, tanpa perlu pengakuan, apalagi tanda jasa.
Seorang sopir yang bekerja dengan penuh dedikasi untuk memudahkan dan memenuhi kebutuhan banyak orang, itu juga bernilai sebagai pahlawan.
Seorang penyapu jalan yang bekerja melampaui tugas pokoknya, sehingga pengguna jalan menjadi nyaman dan selamat, sesungguhnya ia adalah pahlawan.
Guru mengaji di kampung-kampung yang tidak pernah mendapat bayaran adalah pahlawan pemberantas buta huruf.
Ia menjadi perantara seseorang untuk belajar agama dan penyelamat bagi seorang Muslim dari dunia hingga akhirat.
Seorang bapak atau ibu yang secara sosial tidak bernilai tinggi, ia adalah pahlawan bagi anak-anaknya.
Demikian juga seorang kakak yang menyayangi adiknya hingga si adik bertumbuh dewasa dan menjadi sosok yang tangguh, si kakak adalah pahlawan, setidaknya bagi si adik.
Kalau si anak atau adik itu di kemudian hari menjadi sosok yang mampu mewujudkan kebaikan bagi orang banyak, maka si bapak, ibu, dan kakak tadi juga menjadi pahlawan bagi lebih banyak orang.
Seorang guru, kakatanlah seperti Muslimah dalam perjalanan hidup Andrea Hirata, yang kemudian diabadikan dalam novel Laskar Pelangi, adalah pahlawan bagi Andrea dan kawan-kawan.
Muslimah adalah pahlawan yang mampu menyulap keyakinan bawah sadar Andrea Hirata bahwa ia bisa menempuh pendidikan tinggi, bahkan hingga ke luar negeri.
Motivasi dari Muslimah itu, kemudian menjadi kenyataan, saat Andrea kuliah di Universitas Sorbonne, Paris, Prancis.
Berkat motivasi guru pahlawan bernama Muslimah, Andrea Hirata kemudian menjadi sosok terkemuka di dunia sastra Nusantara.
Di luar cerita novel itu, kita banyak menemukan pahlawan, yakni guru-guru berdedikasi tinggi untuk menemani anak muridnya memiliki masa depan yang lebih baik.
Seorang guru, Evy adalah pahlawan bagi muridnya bernama Hovivah, siswa di Kabupaten Bondowoso, yang kini telah menjadi mahasiswa di sebuah perguruan tinggi vokasi negeri di Jember, Jawa Timur.
Hovivah, adalah seorang remaja yang memiliki “dendam” positif pada masa lalunya untuk berubah menjadi lebih baik.
Bapak dari gadis ini hanya bekerja serabutan, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anaknya tidak mudah, apalagi untuk anak-anaknya bisa kuliah.
Ketika memasuki kelas 2 sekolah menengah kejuruan (SMK), Hovivah mulai resah dengan bayangan masa depannya. Hanya berbekal ijazah SMK, betapa gelap masa depan lebih baik yang ia impikan, sedangkan untuk melanjutkan kuliah, berhayalpun tidak pernah berani.
Di tengah menghadapi rasa galau itu, Tuhan mengatur Hovivah untuk dekat dengan guru Evy.
Ia banyak mencurahkan isi hatinya kepada ibu guru Evy. Evy pun merasa mendapatkan amanah baru untuk meneruskan kebiasaan memiliki anak asuh.
Singkat cerita, lewat motivasi terus menerus dari ibu guru Evy, Hovivah akhirnya bisa kuliah, dengan mendapatkan beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang dulu dikenal sebagai beasiswa Bidik Misi.
Impian yang dulunya tidak pernah berani dihayalkan, kini Hovivah telah memasukinya. Status mahasiswa telah menjadi kenyataan.
Hovivah merasa bahwa ibu guru Evy adalah pahlawan bagi masa depan dirinya. Demikian juga dengan Yuni, Laila, Doni, Winda, Erfan, Nu Imaniah, Milisa, Milatari, Taufik, dan lainnya, yang menjadikan guru Evy sebagai pahlawan bagi mereka.
Di tempat lain, Dr Sutejo adalah pahlawan bagi anak-anak asuhnya, seperti Saiful Hendri (wartawan media besar), Nurwahid (redaktur media), Suci (dosen), Sri (dosen), Siwi (guru dan pemusik), Sugeng (pengusaha).
Dan, sejumlah orang yang telah merasakan jiwa pahlawan lewat kepedulian sosial dari tokoh literasi asal Kabupaten Ponorogo itu.
Sutejo bukan sekadar pahlawan karena membantu biaya hidup dan pendidikan bagi sejumlah orang itu. Ia sekaligus menjadi orang tua tempat mencurahkan segala isi hati bagi anak-anak asuhnya itu.
Di Surakarta, Jawa Tengah, ada dokter Lo Siauw Ging yang semasa hidupnya memberikan layanan kesehatan gratis bagi orang miskin.
Dokter Lo, begitu panggilan karibnya, adalah pahlawan bagi orang miskin yang memerlukan layanan kesehatan.
Di Lamongan, Jawa Timur, ada Aipda Purnomo yang menjadi pahlawan bagi kaum gelandangan dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Di luar tugasnya sebagai anggota Polres Lamongan, Purnomo mencari orang yang secara sosial dianggap sebagai penyakit, bahkan tidak berguna. Ia bawa mereka ke rumah yayasannya untuk dirawat secara fisik maupun kejiwaannya.
Di luar perawatan itu, ia juga membekali para pasiennya dengan ilmu agama, sehingga menjadi bekal bagi mereka menjalani kehidupan, setelah perawatan.
Purnomo juga menjadi pahlawan bagi para janda tua dan miskin, anak yatim dan lainnya. Semua perawatan itu diupayakan oleh Purnomo menggunakan dana pribadinya.
Jadi, siapapun kita, sesungguhnya memiliki potensi kepahlawanan, sesuai bidang masing-masing. Menjadi petani, buruh, tukang parkir, pengojek, peternak, atau bahkan hanya seorang ketua RT.
Jika semua itu dikerjakan dengan penuh dedikasi dan melebihi beban tanggung jawabnya, maka pekerjaan itu sesungguhnya memiliki nilai pahlawan.***