PONTIANAK, borneoreview.co – Trenggiling (Manis javanica di Indonesia) adalah mamalia bersisik yang unik karena seluruh tubuhnya, kecuali bagian perut, tertutup oleh sisik keras.
Sisik ini menjadi ciri khas sekaligus perlindungan utama bagi trnggiling yang sering disebut hewan“pemakan semut” ini.
Namun, di balik keindahan dan keunikannya, sisik trenggiling juga menjadi penyebab utama hewan ini diburu hingga terancam punah.
Sisik trenggiling terbuat dari keratin, zat yang sama membentuk kuku dan rambut manusia. Bentuknya pipih, runcing di ujung, dan tersusun seperti genting yang saling tumpang tindih. Warna sisik bervariasi dari cokelat muda hingga kehitaman, tergantung usia dan spesies trenggiling.
Sisik trenggiling bukan sekadar hiasan tubuh, melainkan memiliki fungsi vital, antara lain:
– Perlindungan dari predator – Saat merasa terancam, trenggiling akan menggulung tubuhnya seperti bola, membuat sisiknya menjadi “perisai” yang sulit ditembus.
– Alat bertahan hidup – Sisik yang keras bisa melukai predator yang mencoba menggigit atau mencakar.
– Penghalang cedera – Saat trenggiling menggali tanah atau sarang semut, sisik melindungi tubuhnya dari goresan dan gigitan serangga.
Sayangnya, di beberapa budaya, sisik trenggiling dipercaya memiliki khasiat obat, seperti meningkatkan kesehatan, mengobati penyakit kulit, atau memperlancar ASI.
Keyakinan ini tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat, karena sisik trenggiling hanyalah keratin — zat yang sama dengan kuku manusia, yang tidak memiliki manfaat medis khusus jika dikonsumsi.
Permintaan pasar gelap terhadap sisik trenggiling membuat hewan ini menjadi salah satu korban perdagangan satwa liar terbesar di dunia. Sisik dikeringkan, digiling menjadi bubuk, atau dijual utuh untuk kebutuhan tradisional.
Data dari berbagai lembaga konservasi menunjukkan bahwa jutaan trenggiling telah diburu dalam dua dekade terakhir, menjadikannya salah satu mamalia yang paling terancam punah.
Di Indonesia, trenggiling masuk dalam satwa dilindungi sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.
Perdagangan, perburuan, atau kepemilikan trenggiling dan bagian tubuhnya, termasuk sisik, dapat dikenakan hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda hingga Rp100 juta.
Secara global, seluruh spesies trenggiling tercatat dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species), yang melarang perdagangan internasionalnya.
Untuk menghentikan ancaman terhadap trenggiling, diperlukan langkah-langkah berikut:
– Edukasi masyarakat tentang fakta ilmiah sisik trenggiling dan bahaya perburuan.
– Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku perdagangan ilegal.
– Peningkatan patroli konservasi di habitat alami.
– Program rehabilitasi untuk trenggiling yang diselamatkan dari perdagangan.
Sisik trenggiling adalah adaptasi evolusi yang mengagumkan, berfungsi sebagai pelindung alami dari ancaman predator. Namun, kepercayaan keliru tentang khasiatnya justru membuat hewan ini diburu hingga nyaris punah. Melindungi trenggiling berarti juga melindungi keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem.***
