JAKARTA, borneoreview.co – Sambil mengayunkan pisau berukuran sedang, perempuan itu terlihat gesit memotong batu apung di hadapannya, menjadi serpihan kecil.
Matanya menatap layar, sambil menyapa para warganet yang menontonnya bekerja.
Perempuan dengan nama akun Yullie Apunk itu, memiliki profesi sebagai pemecah batu apung.
Setiap karung batu yang berhasil dipecahkannya dihargai dengan nominal sebesar Rp2.000.
Setiap hari, perempuan asal Lombok Timur itu berhasil memecah sebanyak 10 karung batu apung.
“Batu-batu ini nantinya digunakan untuk filter akuarium, bahan baku asbes, batu gosokan, bahan bata ringan, dan lainnya,” kata perempuan bernama Yuli itu.
Sejak dua bulan lalu, Yuli bekerja sambil live di akun media sosial, berharap mendapatkan penghasilan tambahan dari penonton yang berbaik hati memberikan hadiah kepadanya saat live.
Yuli merupakan potret perempuan di pedesaan yang mampu memanfaatkan media sosial untuk meningkatkan perekonomiannya.
Saat ini, sebagian besar perempuan masih menghadapi tantangan yang tidak mudah dengan berbagai persoalan yang dihadapi.
Mulai dari kekerasan, kesetaraan gender, akses pendidikan, ekonomi, hingga keterwakilan perempuan dalam pemerintahan.
Kesenjangan yang terjadi tersebut disebabkan perempuan belum ditempatkan sebagai subyek dalam pembangunan.
Meski keterwakilan perempuan di parlemen mengalami peningkatan dibandingkan periode sebelumnya, persentasenya masih 22,1 persen atau masih di bawah angka minimal yakni 30 persen.
Pada akar rumput, aksesibilitas informasi bagi perempuan masih menjadi tantangan. Perempuan, khususnya kelompok ekonomi bawah.
Mereka rentan menjadi korban pinjaman online maupun korban pinjaman offline (rentenir) dikarenakan literasi keuangan yang rendah.
Data Januari 2025 dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan jumlah pinjaman untuk perempuan sebanyak Rp39,8 triliun atau lebih besar dibandingkan dengan laki-laki yang angkanya mencapai Rp34,2 triliun.
Kemudahan akses pinjaman terutama online, serta beban ganda perempuan menyebabkan 66 persen perempuan meminjam untuk kebutuhan sehari-hari, demikian berdasarkan studi dari Departemen Kriminologi Universitas Indonesia (2023).
Pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) melakukan berbagai upaya agar perempuan bisa lepas dari jerat pinjol.
Upaya yang dilakukan melalui edukasi dan literasi finansial serta keamanan digital terhadap para perempuan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifatul Choiri Fauzi, mengatakan perkembangan teknologi informasi membuka kesempatan bagi perempuan untuk memperluas pasar.
Meski demikian perempuan perlu menjadi subyek, agar tidak hanya menjadi penerima manfaat tetapi juga pemberi manfaat.
Presiden Business and Professional Women (BPW) Indonesia, Giwo Rubianto Wiyogo, mengatakan perlu adanya adanya pendekatan yang menyeluruh dalam upaya pemberdayaan perempuan.
Hal itu mencakup advokasi kesetaraan gender, akses terhadap pendidikan berkualitas, pendampingan yang berkelanjutan serta pembentukan jejaring yang inklusif.
“Kemerdekaan yang seutuhnya memang belum sepenuhnya didapatkan oleh perempuan,” ujar Giwo.
Salah satu upaya yang dilakukan yakni melalui BPW Indonesia, yang merupakan bagian dari BPW International.
Yakni, jaringan global yang berpengaruh yang beranggotakan para perempuan dan profesional yang berasal lebih dari 100 negara di lima benua.
Pemberdayaan dilakukan melalui pengembangan potensi perempuan melalui kepemimpinan dan bisnis di semua tingkatan.
Melalui program dan proyek mentoring, jejaring, pengembangan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi perempuan di seluruh dunia.
Forum Internasional
BPW Indonesia, kata Giwo, berencana menggelar forum internasional di Jakarta pada 20 Agustus 2025.
Forum itu mengangkat tema Women Bridging Nations and Driving Sustainable Future dan subtema “Embracing Artificial Intelligence and Green Business Transformation”.
Forum internasional itu akan mengundang sebanyak 130 perempuan lintas profesi mulai dari pengusaha, akademisi, politisi, birokrat, dan lainnya.
Perwakilan perempuan tersebut mulai dari akar rumput hingga tingkat atas.
Forum tersebut bertujuan untuk menjembatani dan memperkuat peran perempuan mulai dari akar rumput hingga ke tingkat atas.
“Ini tidak hanya sekadar omong-omong saja, akan tetapi bertujuan agar perempuan Indonesia bisa naik kelas ,” kata Giwo lagi.
Dia berpendapat bahwa kemerdekaan bukan saja terbatas dari keterbelenguan, akan tetapi bagaimana perempuan mendapatkan kesempatan yang sama.
Sehingga perempuan di Indonesia dapat lebih berdaya dan dapat menciptakan masa depan yang berkelanjutan.
Selain itu, perempuan tidak hanya menjadi target pasar akan tetapi dapat naik kelas dengan pelaku atau produsen.
BPW menjadi jembatan bagi perempuan Indonesia agar dapat naik level.
Forum ini diyakini akan menjadi wadah strategis untuk memperkuat jejaring, mempromosikan kepemimpinan wanita serta mendorong transformasi menuju bisnis hijau dan adopsi teknologi kecerdasan buatan (AI).
Dalam forum ini, BPW Indonesia siap mengangkat isu terkait perempuan Indonesia ke level global.
Inisiatif itu juga sejalan dengan semangat BPW Internationaal yang terus mendorong advokasi, pengembangan profesonal dan pemberdayaan perempuan di berbagai negara.
“BPW Indonesia berharap forum internasional ini nantinya bisa menjadi wadah yang efektif dalam memperjuangkan isu-isu wanita baik di tingkat nasional maupun internasional,” kata Giwo.
Melalui forum itu, BPW Indonesia secara nasional dan internasional berupaya meningkatkan konektivitas antar perempuan pemimpin, profesional dan pengusaha, memperkuat jejaring kolaboratif lintas negaara dan lintas sektor.
Juga mendorong adopsi AI dan green business di kalangan pengusaha perempuan pelaku usaha dan mewujudkan kontribusi nyata perempuan dalam agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Sedangkan hasil yang diharapkan dari forum bergengsi itu yakni terbentuknya sinergi strategis antara pemimpin, pebisnis dan perempuan profesional lintas sektor dan lintas negara.
Adopsi wawasan AI dan ekonomi hijau yang lebih luas di kalangan perempuan pebisnis dan profesional.
Selain itu diharapkan juga adanya komitmen bersama terhadap penguatan peran perempuan dalam pembangunan berkelanjutan.**