PONTIANAK, borneoreview.co – Adalah biasa melihat truk water cannon ketika ada demonstrasi atau unjuk rasa.
Water cannon memang senjata andalan polisi, selain gas air mata, untuk membubarkan massa.
Dalam aksi demonstrasi yang polisi anggap harus bubar, maka truk water cannon pun akan bertugas, menyemprotkan air ke kerumunan massa.
Melansir berbagai sumber, Rabu (3/9/2025), mobil water cannon yang sering digunakan oleh aparat kepolisian di Indonesia, salah satunya sebagaimana tertulis di laman resmi Humas Polri adalah produk buatan PT Pindad (Persero).
Mobil itu yang memiliki panjang 7,7 meter, lebar 2,5 meter, dan tinggi 3 meter.
Kapasitas air yang dapat ditampung water cannon buatan Pindad ini sebanyak 5.000 liter.
Selain itu terdapat tipe lain yakni mobil water cannon yang diimpor dari Korea Selatan, Daejicar.
Dari sisi ukuran fisik mobil tentu tidak berbeda, namun kapasitas air yang mampu ditampung oleh mobil water cannon buatan Korea bisa mencapai 6.500 liter.
Aliran atau semburan air dari water cannon ini dapat berupa aliran bertekanan tinggi yang ditujukan untuk mendorong mundur massa, atau aliran bertekanan rendah yang ditujukan untuk menyiram.
Water cannon bertekanan tinggi dapat memiliki laju aliran hingga 20 liter air per detik, dengan tekanan operasi 15 bar (220 psi), dan dapat menyemprotkan air sejauh 67 meter.
Sebagai perbandingan, pancuran rumah tangga pada umumnya memiliki tekanan 3 bar (40 psi).
Dengan kata lain, meriam air bertekanan tinggi dan bervolume tinggi dapat menjatuhkan orang dan mendorong mereka ke belakang.
Lalu, seperti apa sejarah water cannon, berikut penjelasan singkatnya:
1. 1700-an
Sejarah singkat water cannon dimulai sejak awal tahun 1700-an.
Awalnya untuk memadamkan api dan kemudian juga untuk membubarkan kerumunan atau membatasi akses ke area tertentu.
2. 1930-an
Water cannon pertama kali digunakan untuk mengendalikan massa pada 1930-an di Jerman.
3. 1960-an
Water cannon sering digunakan di Amerika Serikat selama protes hak-hak sipil.
Dan saat ini, water cannon atau meriam air digunakan sebagai senjata pengendali massa dalam protes di seluruh dunia dan paling sering sebagai perangkat yang dipasang di kendaraan.***