PADANG, borneoreview.co – Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto, di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, sejatinya merupakan bekas kawasan pertambangan batu bara tertua di Asia Tenggara.
Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto, terdaftar sebagai salah satu warisan dunia, yang bisa menggerakkan ekonomi di Kota Arang.
Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menetapkan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto sebagai warisan dunia kategori budaya ke-9 di Indonesia, pada 6 Juli 2019 di Kota Baku, Azerbaijan.
Situs budaya yang memiliki nilai universal luar biasa tersebut meliputi kompleks tambang, fasilitas kota, fasilitas penyimpanan di Pelabuhan Emmahaven.
Atau, saat ini dikenal sebagai Pelabuhan Teluk Bayur serta jaringan kereta api untuk pengangkutan batu bara.
Terkhusus pada kawasan kompleks tambang, bekas perkantoran pertambangan yang dibangun Pemerintah Hindia Belanda pada 1916 menjadi salah satu bangunan yang ditetapkan oleh UNESCO saat itu.
Kini, bangunan bersejarah yang mulanya bernama Hoofdkantoor itu tengah bersolek menjadi sebuah hotel dengan konsep heritage berstandar internasional di bawah naungan PT Bukit Asam (PTBA).
PTBA merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang penambangan batu bara.
Lahirnya ide pemanfaatan aset yang berusia lebih dari satu abad itu dilatarbelakangi adanya komitmen PTBA untuk menggerakkan ekonomi masyarakat melalui aset-aset bernilai sejarah.
PTBA melihat kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat tidak melulu tentang eksplorasi sumber daya alam seperti pertambangan batu bara yang sudah dilakukan sejak zaman Kolonial Belanda.
Melainkan pengelolaan aset, misalnya bekas perkantoran menjadi hotel dinilai menjadi salah satu cara agar roda perekonomian di Kota Sawahlunto terus meningkat.
Di samping itu, tingginya tingkat hunian hotel di “Kota Arang” juga menjadi salah satu pertimbangan dari perusahaan.
Yang merupakan bagian dari Holding BUMN Pertambangan tersebut untuk memanfaatkan peluang emas dengan merambah sisi bisnis perhotelan.
Hal itu tentunya tidak terlepas dari terselenggaranya beragam festival atau kegiatan berskala nasional hingga internasional di kota kecil berbentuk kuali itu hampir setiap tahunnya.
Sebut saja Sawahlunto International Songket Silungkang Carnival (SISSCa) dan Sawahlunto International Music Festival (SIMFes) yang selalu menjadi magnet bagi wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Kota Sawahlunto.
Padatnya berbagai kegiatan kebudayaan, seni, sejarah dan lainnya tersebut secara umum belum sebanding dengan ketersediaan hotel atau hunian.
Oleh sebab itu, PTBA akhirnya memutuskan untuk menyulap bangunan situs warisan dunia yakni bekas perkantoran pertambangan bergaya Eropa menjadi hotel yang dinamai Saka Ombilin Heritage.
HR General Services and Finance Secretary Head PTBA Alman Syarif mengatakan Saka Ombilin Heritage yang akan diresmikan pada Desember 2025.
Atau, bertepatan dengan HUT Kota Sawahlunto diharapkan menjadi solusi hunian berstandar internasional, sekaligus memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Nilai Sejarah
Sebagai bangunan cagar budaya yang juga dilindungi oleh UNESCO, bagian luar gedung itu tidak boleh diubah.
Sementara, untuk sisi dalam ruangan masih diizinkan untuk diubah secara minor, misalnya pembuatan sekat kamar, melapisi lantai awal dengan keramik hingga pembuatan kolam renang.
PTBA memastikan perubahan minor tersebut tidak akan mengubah makna dan sisi sejarah bangunan karena telah mendapatkan pertimbangan dari BPCB Sumatera Barat.
Secara keseluruhan, terdapat 74 kamar yang disiapkan PTBA dalam mendukung sektor pariwisata di Kota Sawahlunto.
Dari jumlah tersebut, 11 kamar yang terletak di bangunan utama merupakan gedung yang ditetapkan sebagai warisan dunia.
“Jika hotel-hotel besar itu mengusung konsep kemewahan, Saka Ombilin Heritage ini lebih kepada kesan heritage,” kata Alman.
Sebelum hotel itu dibuka secara resmi, PTBA melalui anak usahanya mewanti-wanti agar tamu yang datang dapat menjaga gedung bersejarah tersebut.
Sebab, tidak diperkenankan ada kerusakan yang bisa mengurangi esensi dari sejarah panjang yang kini diakui oleh dunia.
Pada penyelenggaraan simposium internasional bertajuk We Are Site Managers (WASM) di Kota Sawahlunto pada 24-28 Agustus 2025, Saka Ombilin Heritage sudah dioperasionalkan dengan menampung tamu yang berasal dari 15 negara.
Menggerakkan Ekonomi
Alih fungsi gedung perkantoran PTBA menjadi hotel berstandar internasional merupakan sebuah upaya dan misi besar dari perusahaan BUMN itu untuk menggerakkan perekonomian di Kota Sawahluto.
PTBA melalui anak perusahaannya juga sedang menyiapkan proses perekrutan tenaga kerja Saka Ombilin Heritage.
Pihaknya memperkirakan serapan pekerja itu dapat menjadi salah satu solusi dalam menekan jumlah pengangguran khususnya di kota yang merupakan “Eropanya Ranah Minang” itu.
Pengelola membutuhkan posisi general manager, front office yang meliputi resepsionis dan pramutamu, petugas kebersihan, juru masak, teknisi, akuntan hingga bagian pemasaran.
Dalam hal penyerapan tenaga kerja, PTBA akan mengutamakan masyarakat Kota Sawahlunto. Akan tetapi, hal itu juga harus selaras dengan kompetensi yang dibutuhkan manajemen hotel.
“Untuk tenaga kerja lokal kita mengutamakan anak-anak Kota Sawahlunto, terutama mereka yang memiliki lisensi perhotelan,” kata Alman.
Tidak hanya itu, PTBA juga akan menyiapkan gerai-gerai UMKM yang dapat diisi oleh masyarakat lokal untuk menjual suvenir, makanan, minuman dan oleh-oleh lainnya.
Kemudian, PTBA juga memaksimalkan keberadaan Rumah BUMN yang turut berisikan berbagai UMKM binaan.
Maka dari itu, PTBA merancang agar pengelola hotel nantinya ikut membantu dalam mempromosikan UMKM masyarakat kepada para tamu.
Sebab, PTBA tidak hanya memproyeksikan pemasukan bagi perusahaan melainkan juga harus berdampak kepada masyarakat.
Sementara itu, Direktur Pemberdayaan Nilai Budaya dan Fasilitasi Kekayaan Intelektual Kementerian Kebudayaan RI Yayuk Sri Budi Rahayu menyambut positif langkah PTBA, yang menyulap bekas perkantoran pertambangan zaman Kolonial Belanda menjadi hotel.
Yayuk Sri Budi Rahayu menjelaskan sebelum bangunan yang masuk ke dalam warisan dunia itu dimanfaatkan sebagai hotel, PTBA telah berkoordinasi dengan instansi terkait termasuk ahli cagar budaya.
Cagar budaya termasuk bangunan yang sudah diakui oleh UNESCO boleh dimanfaatkan dengan tetap mengikuti peraturan terkait.
Pada dasarnya keberadaan heritage mesti memberikan manfaat dan diberdayakan untuk peningkatan ekonomi masyarakat.***