JAKARTA, borneoreview.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia menjatuhkan sanksi penghentian sementara terhadap perusahaan tambang batu bara di Tanah Air. Langkah tegas ini tertuang dalam Surat Nomor: 1533/MB.07/DJB.T/2025 tertanggal 18 September 2025, yang ditandatangani Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Tri Winarno.
Dari jumlah tersebut, 19 perusahaan tercatat beroperasi di wilayah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim). Sanksi ini dijatuhkan lantaran perusahaan-perusahaan tersebut dinilai lalai memenuhi kewajiban terkait Jaminan Reklamasi (Jamrek) dan pascatambang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Berawal dari Tiga Surat Peringatan
Sebelum sanksi diberikan, pemerintah telah melayangkan tiga kali peringatan administratif kepada perusahaan tambang, yakni:
– Peringatan Pertama: Surat Nomor T-2241/MB.07/DJB.T/2024, tanggal 10 Desember 2024.
– Peringatan Kedua: Surat Nomor B-727/MB.07/DJB.T/2025, tanggal 16 Mei 2025.
– Peringatan Ketiga: Surat Nomor T-1238/MB.07/DJB.T/2025, tanggal 5 Agustus 2025.
Karena tak kunjung ditindaklanjuti, Kementerian ESDM akhirnya mengambil sikap tegas dengan mengacu pada PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang serta Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Berlaku Maksimal 60 Hari
Dalam surat edaran tersebut, ditegaskan bahwa sanksi penghentian sementara berlaku hingga maksimal 60 hari kalender. Perusahaan dapat kembali beroperasi jika berhasil mengajukan serta mendapatkan penetapan dokumen Rencana Reklamasi, dan menempatkan Jaminan Reklamasi hingga tahun 2025.
Meski aktivitas tambang dihentikan sementara, perusahaan tetap diwajibkan menjalankan pengelolaan dan pemeliharaan tambang, termasuk menjaga kelestarian lingkungan di wilayah izin usaha masing-masing.
Kementerian ESDM menegaskan, apabila perusahaan kembali mengabaikan kewajiban hingga batas waktu yang ditentukan, maka izin usaha pertambangan dapat dicabut secara permanen.
Sanksi ini berlaku tidak hanya di Kalimantan Timur, tetapi juga mencakup perusahaan tambang di sejumlah provinsi lain, seperti Kalimantan Tengah, Jambi, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, dan daerah lainnya.
Langkah ini menjadi peringatan keras pemerintah agar pelaku usaha tambang lebih taat pada regulasi, terutama terkait reklamasi dan pascatambang, demi menjaga keberlanjutan lingkungan hidup di Indonesia.***