MotoGP Mandalika: Tak Sekadar Balap Motor, Mimbar Budaya Dekatkan Pembalap dengan Warga Lokal

Marc Marquez di Mandalika

MATARAM, borneoreview.co – Pada 29 September 2025, suasana Bandara Internasional Lombok yang biasanya riuh oleh beragam aktivitas penumpang, seketika berubah magis.

Pemangku adat Desa Bayan menggelar ritual sembeq, untuk menyambut kedatangan para pembalap MotoGP.

Ritual sembeq berupa penorehan tanda merah dari olahan daun sirih dan buah pinang, yang sudah dilumat dan dijampi, ke dahi seseorang atau sekelompok orang.

Ritual itu merupakan tradisi penolak bala khas masyarakat Suku Sasak, yang mendiami Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Kearifan lokal sembeq berfungsi sebagai perisai obat yang menghalangi roh jahat, masuk ke tubuh dan juga diyakini memberikan kekuatan pelindung.

“Sembeq ini untuk keselamatan orang-orang yang melaksanakan MotoGP Mandalika,” ucap pemangku adat Desa Bayan, Amiq Raden Kertamono.

Ajang balap MotoGP yang berlangsung di Sirkuit Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, bukan sekadar perhelatan olahraga.

Juga berfungsi sebagai mimbar budaya, dan perayaan identitas bagi penduduk lokal.

Kehadiran ritual sembeq saat prosesi penyambutan kedatangan pembalap memberikan kesan autentik.

Ritual sembeq sekaligus pengalaman unik, yang tidak mungkin dijumpai dalam berbagai seri MotoGP lain di Benua Amerika, maupun Benua Eropa.

Aksi penyambutan hangat yang dilakukan langsung oleh penduduk lokal, memperlihatkan perkawinan yang apik.

Ritual itu bentuk kearifan lokal dengan budaya modern, olahraga balap motor.

Ajang MotoGP Mandalika bukan hanya tentang arena balap dan kecepatan memacu sepeda motor.

Tapi juga menjadi panggung, menampilkan identitas dan kekayaan budaya lokal.

Memperkuat Identitas

Keterlibatan penduduk lokal dalam perhelatan kejuaraan dunia balap motor kelas tertinggi itu tidak hanya saat penyambutan.

Juga hadir dalam atraksi budaya saat parade pembalap yang digelar di Kota Mataram.

Bahkan, saat hari balapan utama berlangsung, unsur budaya lokal kembali menduduki mimbar.

Pertunjukan musik tradisional gendang beleq, hingga tarian dari Suku Sasak, Suku Samawa, dan Suku Mbojo turut mewarnai ajang balapan MotoGP di Sirkuit Mandalika.

Sirkuit Mandalika
Sirkuit Mandalika di Nusa tenggara Barat (NTB) menjadi tantangan tersendiri, dalam penyelenggaraan MotoGP 2025.(Ist)

Akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram, Zefanya Andryan Girsang mengatakan kehadiran budaya lokal memperkuat identitas Indonesia.

Terkhusus Nusa Tenggara Barat sebagai tuan rumah, dengan menampilkan karakter penduduk yang ramah, unik, dan berbudaya.

Tidak hanya pertunjukan seni, aspek gastronomi lokal. Juga menjadi dimensi penting yang memperkuat citra MotoGP Mandalika.

UMKM lokal diberdayakan untuk menyediakan kuliner khas, seperti ayam taliwang, plecing kangkung, sate rembiga, dan berbagai jajanan tradisional.

Kehadiran kuliner tradisional memberi kesempatan kepada pengunjung, baik domestik maupun internasional untuk merasakan cita rasa autentik Lombok di dalam kawasan sirkuit.

Hal itu tidak hanya memperkaya pengalaman multisensori penonton, menggabungkan visual, audio, dan rasa, tetapi juga membuka peluang ekonomi yang nyata bagi pelaku usaha kecil.

“MotoGP Mandalika bukan sekadar ajang olahraga, melainkan juga platform pemberdayaan ekonomi kreatif berbasis budaya,” kata Zefanya.

Ia merupakan lulusan Master of Tourism and Sport Management, dari Nicolaus Copernicus University di Polandia tersebut.

Kontribusi budaya lokal terhadap citra MotoGP Mandalika semakin signifikan jika dilihat dari paparan global yang dihasilkan.

Siaran televisi MotoGP disiarkan ke sekitar 200 negara, dengan total kumulatif penonton mencapai 677 juta per musim atau rata-rata 30 juta penonton setiap seri.

Angka itu menunjukkan nilai promosi budaya yang sangat besar, bahkan sulit diukur dengan pendekatan konvensional.

Dalam konteks ini, budaya lokal yang diselipkan dalam acara bukan hanya pelengkap, tetapi merupakan konten promosi strategis dengan jangkauan luas kepada khalayak global.

Selama kurun waktu tiga hari penyelenggaraan dari 3 hingga 5 Oktober 2025, MotoGP Mandalika dan Nusa Tenggara Barat menjadi pusat perhatian global, melalui berbagai kanal media digital.

Momentum itu menempatkan budaya lokal pada lampu sorot internasional, dengan dampak promosi yang setara. Bahkan, melampaui kampanye pemasaran berbiaya tinggi.

Dari perspektif pariwisata, integrasi budaya lokal dalam MotoGP Mandalika memiliki efek jangka panjang.

Eksposur global membuka peluang peningkatan kunjungan wisatawan ke Nusa Tenggara Barat.

Sementara penguatan identitas budaya, menumbuhkan diferensiasi yang membuat nama Mandalika, lebih mudah diingat dibandingkan objek balap lain.

Ada sinergi yang baik antara pemerintah daerah, pengelola kegiatan, UMKM, dan masyarakat lokal.

Budaya dapat menjadi motor penting bagi keberlanjutan acara balapan. Sekaligus menjadi daya ungkit bagi pariwisata.

Kehadiran budaya lokal tidak sekadar menjadi hiasan acara, melainkan instrumen strategis yang memperkuat citra MotoGP Mandalika di mata dunia.

Dari seni pertunjukan hingga gastronomi, dari ritual tradisi hingga eksposur digital global. Budaya Nusa Tenggara Barat, hadir sebagai nilai tambah yang signifikan.

Apabila dikelola secara konsisten, strategi diplomasi budaya tersebut tidak hanya memperkuat posisi MotoGP Mandalika dalam kalender olahraga dunia.

Melainkan juga menjadikan Nusa Tenggara Barat sebagai tujuan wisata budaya, dan olahraga yang berkelas internasional.

Rasa Bangga

Penampilan budaya lokal dalam ajang MotoGP Mandalika menumbuhkan rasa bangga bagi penduduk Nusa Tenggara Barat.

Lantaran tradisi yang mengakar kuat itu, tidak sekadar menjadi tontonan skala daerah. Tetapi diakui dan diapresiasi oleh penduduk dunia.

Unsur budaya yang lekat dengan kehidupan sehari-hari, seperti ritual sembeq, ritual betabeq, seni musik gendang beleq, hingga tarian kolosal.

Semua itu tampil berdampingan dengan ajang olahraga dunia, menghadirkan kebanggaan kolektif.

Hal itu memberikan legitimasi, bahwa warisan budaya dan tradisi leluhur masih relevan, serta berharga dalam era modern saat ini.

Gubernur Nusa Tenggara Barat Lalu Muhamad Iqbal mengungkapkan pertunjukan budaya, tradisi, dan gastronomi lokal, selalu menjadi bagian dari setiap acara besar di daerahnya.

Seperti yang saat ini hadir dalam ajang MotoGP 2025 di Pulau Lombok.

Budaya yang lestari merupakan fondasi penting bagi identitas daerah, karena mengandung nilai-nilai moral.

Di antaranya penghormatan, gotong royong, serta aset ekonomi melalui kerajinan dan pariwisata.

Ketika musik tradisional gendang beleq bertalu dari ketukan berulang para seniman di Sirkuit Mandalika.

Penduduk dunia tidak hanya menyaksikan balapan, melainkan juga mendengar denyut nadi budaya yang dimiliki oleh masyarakat Nusa Tenggara Barat.

Pertunjukan budaya telah memperkuat ikatan emosional penduduk lokal dengan MotoGP Mandalika.

Terbukti, hal itu mampu menumbuhkan dukungan penuh terhadap keberlangsungan ajang tersebut, di tanah Seribu Masjid itu.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *