Mengenal Goa Batu Hapu di Tapin, Ladang Sejarah Geologi

Goa Batu Hapu

PONTIANAK, borneoreview.co – Goa Batu Hapu di Kabupaten Tapin tidak sekadar menjadi destinasi wisata, gua ini juga menjadi ladang peneltian khususnya untuk kajian sejarah geologi.

Pasalnya, Goa Batu Hapu ini dipercaya terbentuk secara alami dalam waktu yang cukup lama. Artinya, destinasi wisata ini juga menyimpan sejarah panjang.

Memang, andalan wisata di Kalimantan Selatan ini mulai eksis sejak 1970. Tapi, bebatuan di Goa Batu Hapu merupakan bentukan dari zaman purba.

Melansir berbagai sumber, Senin (20/10/2025), Goa Batu Hapu ini merupakan salah satu geosite Geopark Meratus dan masih terjaga eksistensinya hingga sekarang dengan keunikan yang memesona.

Goa Batu Hapu secara geologi berada di kawasan cekungan Barito, yaitu formasi berai yang berumur oligosen-miosen awal (16-36,5 juta tahun lalu).

Secara historis Goa Batu Hapu juga serupa dengan Goa Baramban Kecamatan Piani, Tapin.

Nah, Goa Batu Hapu ini berada di Desa Batu Hapu, Kecamatan Hatungun, Kabupaten Tapin.

Secara umum, Kecamatan Hatungun merupakan dataran tinggi, rata-rata ketinggian dari 50-500 meter di atas permukaan laut.

Yang jelas, begitu memasuki mulut gua, mata langsung disuguhi dengan pemandangan takjub melihat akses masuk menyerupai gerbang raksasa yang luas dan atap berhias stalaktit yang runcing ke bawah.

Eksistensi Batu Hapu masih terjaga sejak era 1970 hingga sekarang. Banyak kunjungan ke tempat itu, baik sekadar rekreasi maupun penelitian sejarah geologi.

Daya tarik pengunjung datang ke wisata Goa Batu Hapu, salah satunya karena ada batuan karst yang berbentuk unik, yaitu stalaktit dan stalagmit.

Batuan itu terbentuk alami dengan proses yang sangat lama. Tetesan air terdengar di dalam gua yang menandakan salah satu proses pembentukan batuan tersebut sedang berlangsung.

Selain memiliki ruang yang besar, keelokan Goa Batu Hapu tambah memesona pada saat titik ray of light (rol) mendapatkan cahaya matahari di kisaran pukul 12.00-13.00 Wita.

Di momentum tersebut, cahaya masuk dari atas lubang gua, menembus kegelapan ruang hingga lantai.

Meski begitu, idealnya menyusuri dan mengamati seluruh gua menggunakan cahaya senter. Tapak demi tapak memerlukan waktu kurang lebih dua jam dan kehati-hatian karena jalur licin.

Di dalam gua, ada infrastruktur tambahan yang dibangun pemerintah daerah berupa tangga, fungsinya memudahkan pengunjung menyeberangi cekungan di dalam gua.

Kalau pengunjung ingin mendaki puncaknya, memerlukan waktu 30 menit, dengan medan jalur bebatuan karst.

Dari atas Goa Batu Hapu terlihat bentang Pegunungan Meratus yang menawan.

Sebagai informasi, gua ini mulai dikunjungi orang sejak era transmigrasi penduduk Jawa pada 1970-an, hal itu juga yang memengaruhi nama gua, “Batu Hapu” artinya “batu kapur” dalam bahasa Jawa.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *