DURI, borneoreview.co – Di lantai dua sebuah rumah toko (ruko) di Duri, Ibukota Kecamatan Mandau Bengkalis, Provinsi Riau, sejumlah perempuan tampak fokus menjahit kostum khusus untuk pekerja sektor industri minyak bumi dan gas.
Baju tersebut berbahan tahan api dengan model “coverall” atau menutup semua badan. Pakaian tersebut tak asing bagi masyarakat daerah Duri karena memang dari sinilah salah satu sumber minyak terbesar di Indonesia berasal.
Pada salah satu meja, tampak Rena Fidawati (45) serius menjahit dengan mesin tiga jarumnya. Sudah dua tahun Rena bekerja di sini sebagai penjahit. Sebelumnya dia juga sesekali menjahit tapi hanya untuk baju perempuan biasa.
Ketika baru menjahit di sini, dia mengaku agak canggung, sehingga dalam satu hari hanya bisa menyelesaikan satu pakaian saja dengan upah Rp65 ribu. “Kadang itu pun tak selesai,” katanya.
Akan tetapi lama kelamaan dia sudah bisa menyelesaikan tiga hingga lima pakaian. Ia pun bisa meraup cuan sekitar Rp300 ribu satu hari Rp9 juta sebulan.
Berkat jerih payahnya itu, ia pun sudah bisa membeli Toyota Avanza hanya dalam waktu dua tahun. Selain tentunya menambah pundi-pundi keuangan keluarganya untuk keperluan biaya anak sekolah.
Sejatinya Rena hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa. Suaminya bekerja pada kontraktor yang mendapatkan proyek dari Pertamina Hulu Rokan yang saat ini mengelola Lapangan Migas Duri.
Dia sadar ancaman tidak ada pekerjaan maupun pemutusan hubungan kerja bisa saja sewaktu-waktu menimpa suaminya. Apalagi Lapangan Duri ini sudah cukup lama dan penurunan produksi adalah suatu keniscayaan. Ditambah lagi anaknya sudah tiga, ia pun memutuskan untuk mencari tambahan penghasilan.
“Alhamdulillah bisa menambah belanja anak sekolah. Anak sudah tiga kan bayak juga biayanya. Yang tertua saat ini sudah sekolah menengah atas dan terkecil sekolah dasar,” ceritanya.
Rena adalah satu dari 86 pekerja di Rumah Jahit Lestari di Kota Duri yang mayoritas (58 orang) perempuan. Rena menjalani aktivitas sehari-hari di Workshop RJL yang terpisah beberapa petak dari lokasi toko tampilan produknya.
RJL didirikan oleh Suci Sustari sejak tahun 2021. Dia berasal dari Sumatera Selatan dan pindah ke Riau untuk ikut suaminya.
Melihat ada aktivitas Pertamina Hulu Rokan sebagai penghasil migas terbesar di Indonesia, ia pun mengajukan diri jadi mitra binaan perusahaan negara tersebut.
Bersama suaminya ia nekad mengajukan diri sebagai penyedia “coverall” atau baju tahan api untuk pekerja migas, meskipun tak punya pengalanan menjahit, karena dasarnya ia adalah Guru Bahasa Inggris.
Suaminya mengajukan proposal bersama kelompok berisikan sejumlah orang dengan masing-masing pekerjaannya, mulai dari tukang jahit, pemasang kancing, tukang setrika, pengepakan, marketing, hingga pembuat invoice.
Kelompok tersebut dibentuk dengan memberdayakan pemuda dan perempuan sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Suaminya merangkul para pemuda untuk menjadi marketing yang akan mencari pesanan. Sementara Suci menggaet kaum hawa untuk urusan produksi dan pembukuan. Namun, untuk penjahit diupahkan ke luar.
RJL mendapat “Pre Order” (PO) pertamanya sebanyak 40 baju. Ia pun mengerjakan pesanan tersebut dengan tenggat waktu yang diberikan. Pesanan selesai, tapi apa yang dibayangkan tak sesuai kenyataan.
PO perdananya harus menjalani awal yang pahit karena mengalami kerugian Rp3 juta. Setelah diamati ternyata disebabkan RJL membayar penjahit dari luar. Namun, kerugian tersebut tidak menyurutkan semangatnya untuk terus melanjutkan usaha.
Suaminya sebagai pencari order bersama para marketing tetap mengajukan kembali penawaran. PO kedua pun didapat sebanyak 167 stel.
Tak ingin mengulangi kesalahan yang sama, Suci berpikir keras agar tak kembali rugi. Ide pun kemudian didapat dengan memberikan kesempatan magang kepada pelajar sekolah menengah kejuruan.
Para siswa SMK itu setelah lulus diundang untuk menjahit di RJL dengan catatan nantinya juga menjadi instruktur belajar menjahit. Suci pun membuka sekolah belajar jahit gratis dan memberikan uang tambahan kepada lulusan SMK itu di luar penghasilan menjahit.
Untuk sekolah menjahit ia pun menyasar gadis putus sekolah anak tempatan suku Sakai, ibu rumah tangga, hingga lanjut usia.
“Daripada mereka kerja di cafe itu pasti ditanya ijazah SMA. Di RJL tidak, asal mereka mau dan bisa baca saya terima. Membina dan memberdayakan masyarakat tak perlu kata cepat, tapi berapa banyak bisa diberdayakan,” ujarnya.
Dengan adanya sekolah tersebut, naluri seorang guru Suci kembali bangkit. Karena terbiasa sebagai pengajar, dia paham bahwa dirinya tidak hanya mengajar tapi mendidik. Ia memegang filosofi kalau belum bisa satu kali harus terus diulang dari tidak bisa menjadi bisa.
Akhirnya setelah bisa para perempuan itu pun menjahit satu baju mendapat uang Rp65 ribu. Dalam satu hari mereka bisa menyelesaikan 1,5 baju sudah mendapatkan Rp100 ribu lebih.
“Anak tamat SMP kalau satu hari Rp100 ribu lebih, 30 hari sudah Rp3 jutaan. Ini bakalan bisa jadi sandaran hidup, akhirnya mereka pun betah,” ungkapnya.
Usaha Berkembang
Seiring waktu PO yang didapatkan pun mulai bertambah hingga 300 stel satu bulan. Ia pun mulai khawatir karena banyak juga yang berminat untuk belajar jahit dan pesanan 300 satu bulan sudah mulai tidak mencukupi secara finansial. Pasalnya ada sebanyak 17 orang tahun 2022 digaji dan meningkat 30an pada 2023.
Suci pun curhat kepada suaminya agar sekolah jahit ini dihentikan supaya tak banyak orang masuk. Tetapi dengan entengnya sang suami mengatakan ditambah saja cari pesanan dari 300 menjadi 1.000.
Dengan begitu armada dan fasilitas operasional ditambah juga dari biasanya hanya menggunakan sepeda motor menjadi mobil. Dari ruko satu pintu yang masih sewa bulanan menjadi sewa tahunan dan tak satu pintu lagi.
“Sehingga tim marketing satu hari dapat banyak dengan punya armada tim laki-laki semua. Kalau laki-laki ini tak cukup Rp100 ribu satu hari, jadi sekarang ada 30 marketing yang dihidupi setiap bulan. Alhamdulillah sekarang RJL pesanannya sudah 1000 sampai 1.500 per bulan dengan total penjahit 58 orang,” katanya.
RJL mematok harga paling murah Rp650 ribu dan paling mahal Rp1,2 juta. Dengan produksi 1000-1500 baju setiap bulan maka omzet yang diperoleh berkisar Rp900 juta-1,2 miliar.
Hingga saat ini belajar gratis menjahit masih terus bejalan dan siapapun yang ingin belajar menjahit tetap diterima. Ia pun mengembangkan konsepnya dengan sebutan “member get member” yakni penjahit tak hanya di ruko, tapi bisa di luar.
Lulusan program jahit gratis punya dua pilihan. Pertama bisa menjahit mandiri menerima pesanan sendiri di luar RJL; Kedua semi mandiri dengan pulang menbawa mesin jahit dari RJL seharga Rp6,5 juta untuk kemudian dicicil dengan mengerjakan pesanan dari RJL.
Atas dedikasinya sekarang RJL telah menjadi lembaga pelatihan dan kursus di bawah naungan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Riau. Siapapun bisa belajar gratis dengan kartu prakerja satu tahun 40 pertemuan dan selesai mendapatkan mesin jahit.
Tak hanya memperkuat basis produksi dan sumber daya manusia, dari segi marketing RJL juga berinovasi untuk mendapatkan kontrak payung perusahaan migas nasional. Baik itu yang berkantor cabang di Duri maupun kantor pusat di Jakarta.
Salah satu kelebihan di RJL yakni diterapkannya harga sama mulai dari ukuran S sampai 6 XL. Pihaknya juga memberikan garansi 6 bulan permak dan ganti resleting.
“Biasanya kancing besi itu yang mudah lepas kita ganti baru kalau kurang 6 bulan karena di baju ada kode produksi,” katanya.
Selain itu RJL juga menerapkan gratis ongkos kirim ke manapun dari bandara ke bandara. RJL mengirim sampai ke Kalimantan, Makasaar hingga Papua . Sementara di Pulau Sumatera dikirim pakai bus.
“Kalau ongkos travel dari bandara ke lokasi tak ditanggung lagi. Seperti Makasar itu Rp37500 berkurang keuntungan per baju. Tapi masih untung, yang penting bisa jalan. Apalagi ini sekali tiga bulan ‘renew’, untuk proyek 1 rig saja itu dibutuhkan 167 stel APD,” ucapnya.
Pada tahun 2025 ini, RJL siap membeli tanah untuk membuka rumah produksi sendiri sekaligus menjadi lembaga pendamping UMKM bernama Yayasan Mikro Berkarya.
Rumah produksi diperlukan agar bisa menyediakan bahan baku yang saat ini masih dibeli dari pihak lain. (Ant)
