JAKARTA, borneoreview.co – Badan Gizi Nasional (BGN) memperkenalkan terobosan baru dalam pemanfaatan minyak goreng bekas pakai (jelantah) dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Melalui kerja sama ekspor ke Singapore Airlines, jelantah yang selama ini dipandang sebagai limbah kini diposisikan sebagai komoditas bernilai tinggi untuk pembuatan Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bahan bakar pesawat berkelanjutan.
Kepala BGN, Dr. Dadan Hindayana, menerangkan bahwa minyak jelantah tersebut dikumpulkan dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia. Bahan baku yang terkumpul kemudian dipasarkan ke maskapai nasional Singapura tersebut untuk diolah menjadi bioavtur.
“Minyak jelantah dari SPPG dapat dijual dengan harga dua kali lipat sebagai bahan bakar ramah lingkungan oleh Singapore Airlines,” ujar Dr. Dadan dalam pernyataannya di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Rabu (26/11/2025), dilansir dari Majalah Sawit Indonesia.
Program ini tidak hanya berfokus pada pengelolaan pangan bergizi, tetapi juga membuka ruang ekonomi baru. Dr. Dadan menegaskan bahwa minyak jelantah yang dihasilkan SPPG dapat menjadi sumber pendapatan melalui penampungan oleh pelaku usaha sebelum dikirim untuk ekspor.
Setiap SPPG membutuhkan sekitar 800 liter minyak goreng per bulan untuk memasak makanan bergizi bagi penerima manfaat. Dari jumlah tersebut, sekitar 70 persen atau sekitar 550 liter menjadi minyak jelantah yang masih dapat diolah kembali.
Dengan target pendirian 30.000 SPPG di seluruh Indonesia, pasokan minyak jelantah yang dihasilkan berpotensi mencapai puluhan juta liter setiap bulan. Angka ini dinilai mampu mendorong suplai bahan baku industri bioavtur dalam negeri sekaligus menjawab peluang pasar internasional.
“Dengan 30.000 SPPG dikali 550 liter, maka jutaan liter minyak dapat menjadi bahan baku bio-avtur. Efeknya mulai terasa melalui program Makan Bergizi Gratis,” tambah Dr. Dadan.
Singapore Airlines menunjukkan keseriusan dalam agenda keberlanjutan energi. Maskapai tersebut diketahui telah menyatakan komitmennya untuk menggunakan campuran bioavtur dalam pemakaian bahan bakar pesawat, setidaknya 1 persen berasal dari biofuel seperti jelantah.
Kolaborasi dengan Indonesia dinilai menjadi peluang strategis bagi kedua pihak: Indonesia memperoleh pasar ekspor dan diversifikasi pengelolaan limbah pangan, sementara maskapai mendapatkan akses pasokan bahan bakar yang lebih bersih serta mendukung citra keberlanjutan mereka.
Ke depan, jika pengelolaan rantai pasok berjalan optimal, minyak jelantah dari dapur program MBG bukan hanya memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan asupan bergizi, tetapi juga menjadi kontribusi nyata dalam transisi energi bersih global.***
