JAKARTA, borneoreview.co- Ditjen Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan (Gakkum Kemenhut) telah mengantongi nama pemilik kebun sawit di dalam kawasan Taman Nasional (TN) Tesso Nillo, Riau.
Tidak hanya nama pemilik perkebunan sawit, Kemenhut juga mengantongi nama pemilik pabrik penampung sawit yang dihasilkan dari kawasan tersebut.
“Terdapat puluhan pemilik kebun, Ram, dan belasan pabrik yang menampung sawit,” kata Direktur Jenderal Gakkum Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, Kamis (27/11/2025) malam.
“Luasan kebun sawit berkisar puluhan hingga ribuan hektare,” tambahnya.
Dia menjelaskan bahwa setelah memiliki nama tersebut, pihak Gakkum Kemenhut akan melanjutkan ke dalam tahap penyelidikan.
Dirjen Gakkum mengatakan bahwa para pelanggar akan ditindak tegas sesuai dengan peraturan.
Kemenhut memastikan operasi penegakan hukum di kawasan konservasi tersebut akan terus dilanjutkan untuk menyelamatkan TN Tesso Nilo.
Sebagai informasi, taman nasional itu merupakan habitat dari beragam satwa terancam punah termasuk gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus).
Sebelumnya, Kemenhut bersama Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) telat memperketat keamanan di wilayah TN Tesso Nilo setelah terjadi perusakan pos komando oleh sekelompok orang menolak penertiban kebun sawit ilegal.
Untuk mengamankan hasil penertiban dan mencegah munculnya kembali aktivitas ilegal, tambahan personel polisi kehutanan tersebut diperbantukan untuk memperkuat patroli rutin.
Bertugas menjaga titik-titik rawan perambahan, mengawasi pos jaga, portal, dan parit batas, serta mengawal pelaksanaan pemulihan ekosistem yang menargetkan sekitar 8.000 hektare areal prioritas.
Sejak pelaksanaan operasi penertiban, tim gabungan Ditjen Gakkum Kehutanan, Satgas PKH, Balai Taman Nasional Tesso Nilo dan instansi terkait telah menertibkan sekitar 4.700 hektare kebun sawit ilegal di dalam kawasan taman nasional.
Tindakan lapangan meliputi penertiban tempat penampungan TBS sawit ilegal untuk memutus rantai pasok, pembongkaran pondok dan bangunan, serta penghentian pembukaan lahan baru.
Pun perusakan sarana akses seperti jalan dan jembatan liar, pembuatan parit batas, serta pemasangan papan larangan dan penandaan subjek-objek penguasaan lahan.(Ant)
