JAKARTA, borneoreview.co – Konservasi Indonesia (KI) mengatakan bahwa pemulihan di lokasi banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru tidak boleh dilakukan parsial tapi memerlukan kajian ilmiah.
Pun, pemulihan DAS Batang Toru perlu evaluasi perizinan dan penataan ruang yang mempertimbangkan kondisi ekologis setempat.
Artinya, peristiwa banjir dan longsor di sekitar DAS Batang Toru, Sumatera Utara, menunjukkan keterkaitan erat antara perlindungan lingkungan dan keselamatan manusia.
Dalam pernyataan dikonfirmasi dari Jakarta, Senin (22/12/2025), Senior Vice President and Executive Chair (KI), Meizani Irmadhiany, menyebut banjir yang melanda wilayah Sumatera termasuk di Batang Toru tidak hanya meninggalkan kerusakan fisik.
Namun, juga risiko baru bagi keanekaragaman hayati di wilayah setempat dan masyarakat yang bergantung kepada ekosistem setempat.
“Peristiwa bencana di Batang Toru mengingatkan kita bahwa kerja konservasi tidak bisa dipisahkan dari upaya keberlanjutan salah satunya untuk keselamatan manusia,” katanya.
“Perlindungan ekosistem, penataan ruang yang adaptif, pencegahan dan pengelolaan risiko bencana harus berjalan bersama agar pembangunan benar-benar berkelanjutan,” tambah Meizani
KI melihat perubahan fisik kawasan dapat memunculkan risiko baru bagi ekosistem Batang Toru, antara lain meningkatnya fragmentasi habitat akibat longsor dan terbukanya lahan.
Pun perubahan alur sungai serta kawasan sempadan yang mengganggu fungsi ekologis, hingga meluasnya aktivitas manusia ke area-area yang semakin rentan pascabencana.
Kondisi itu juga berisiko mengubah ruang jelajah satwa dan meningkatkan potensi konflik antara manusia dan satwa liar di sekitar kawasan ekosistem.
Menanggapi kondisi tersebut, dia menekankan pentingnya menjadikan perubahan lanskap pascabencana sebagai dasar dalam merumuskan arah kebijakan ke depan.
“Pemerintah memiliki peluang penting untuk memastikan rencana tata ruang dan perlindungan ekosistem benar-benar mencerminkan kondisi lapangan terkini, sehingga risiko ekologis dan sosial dapat ditekan sejak awal,” katanya.
Dalam pernyataan serupa, Program Manager Batang Toru KI, Doni Latuparisa, menyebut bahwa keberhasilan pengelolaan ekosistem Batang Toru juga sangat bergantung pada kondisi kawasan di sekitarnya.
“Ketika wilayah pinggiran mengalami kerusakan dan tidak tertangani dengan baik, upaya pelestarian di tingkat ekosistem juga akan berjalan lebih lambat karena tekanan terhadap kawasan inti terus meningkat,” kata Doni.
Ia menyebut bahwa proses penataan ruang pascabencana akan lebih kuat jika melibatkan lintas sektor, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, mengingat keterkaitannya dengan pengelolaan daerah aliran sungai, infrastruktur, dan mitigasi risiko bencana.(Ant)
