Ribuan Hektare Lahan Peremajaan Sawit Rusak Terendam Banjir

Peremajaan Sawit

BANDA ACEH, borneoreview.co – Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Aceh Timur mencatat ribuan hektare lahan perkebunan terdampak banjir, terutama lahan peremajaan sawit.

Kerusakan lahan peremajaan sawit adalah yang terparah akibat banjir yang melanda sejumlah wilayah di kabupaten tersebut.

Konkretnya, dari 5.060 hektare lahan perkebunan yang terdampak, sebagian besar merupakan lahan peremajaan sawit rakyat yang tersebar di berbagai kecamatan.

“Berdasarkan pendataan sementara, lahan peremajaan sawit rakyat mendominasi wilayah terdampak banjir,” jelas Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Aceh Timur Murdhani di Aceh Timur, Senin (22/12/2025).

Sebagai informasi, tingkat kerusakan memang bervariasi dari sedang hingga berat akibat bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di kabupaten tersebut.

“Total luasan yang mengalami kerusakan cukup besar mencapai 4.510 hektare,” katanya.

Murdhani menyebutkan banjir yang terjadi akibat curah hujan tinggi pada akhir November 2025 menyebabkan genangan cukup lama, sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman dan merusak struktur tanah perkebunan.

Dia merinci di Kecamatan Birem Bayeun terdapat sekitar 250 hektare lahan peremajaan sawit rakyat yang mengalami rusak sedang. Sementara di Kecamatan Rantau Selamat, kerusakan mencapai 200 hektare.

Berikutnya, kerusakan perkebunan di Kecamatan Ranto Peureulak dan Banda Alam masing-masing mencapai 550 hektare. Di Kecamatan Peureulak mengalami kerusakan lahan sawit seluas 450 hektare.

Selanjutnya Peureulak Timur seluas 150 hektare, Idi Tunong sekitar 375 hektare, dan Julok mencapai 160 hektare, serta di Kecamatan Indra Makmu mencapai 750 hektare.

Di Pante Bidari tercatat perkebunan rusak mencapai 555 hektare dan Kecamatan Peunaron seluas 890 hektare lahan sawit rakyat yang rusak akibat banjir.

Tak hanya sawit, lanjut dia, banjir juga berdampak pada perkebunan kakao seperti di Kecamatan Pante Bidari seluas 90 hektare.

Sedangkan di Kecamatan Peunaron ada 50 hektare lahan kakao rusak berat. Sementara di Kecamatan Indra Makmu, lahan kakao rusak sedang seluas 40 hektare.

“Selain kerusakan fisik tanaman, banjir juga menyebabkan erosi tanah, rusaknya saluran kebun, serta hilangnya unsur hara yang dibutuhkan tanaman,” katanya.

Menurut dia, kondisi tersebut tentu berdampak pada pendapatan petani.

Oleh karena itu pemerintah daerah akan mendata lanjutan dan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk menyusun langkah pemulihan, termasuk kemungkinan bantuan benih, perbaikan lahan, serta pendampingan teknis bagi petani.

“Kami berkomitmen untuk mendorong percepatan pemulihan sektor perkebunan agar aktivitas ekonomi masyarakat dapat kembali berjalan normal pascabencana,” kata Murdhani.
(Ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *