BALIKPAPAN, borneoreview.co – Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur (BPS Kaltim) mencatat terjadinya inflasi sebesar 2,18 persen di wilayah ini pada bulan Juli 2024, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 106,76 persen. Hal ini mencerminkan kenaikan harga secara umum di berbagai sektor ekonomi yang berpengaruh pada daya beli masyarakat.
Menurut Kepala BPS Kaltim, Yusniar Juliana, terdapat tiga kelompok utama yang menyumbang inflasi ini, yaitu kelompok makanan, minuman, dan tembakau; kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya; serta kelompok kesehatan. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatat inflasi tertinggi sebesar 4,68 persen, diikuti oleh kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 4,54 persen, serta kelompok kesehatan dengan andil sebesar 0,29 persen.
Selain itu, kelompok lainnya juga mengalami kenaikan indeks harga, seperti kelompok pakaian dan alas kaki (1,90 persen), kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga (0,40 persen), serta kelompok transportasi (0,61 persen). Kelompok pendidikan dan kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya juga mengalami kenaikan dengan masing-masing sebesar 1,13 persen dan 1,89 persen.
Namun, terdapat dua kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks, yaitu kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga serta kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan dengan penurunan masing-masing sebesar 0,36 persen.
Jika dilihat dari inflasi antarwilayah, Kabupaten Berau mencatat inflasi tertinggi di Kalimantan Timur dengan 2,58 persen, diikuti oleh Kota Balikpapan (2,28 persen), Samarinda (2,06 persen), dan Penajam Paser Utara (1,71 persen).
Sebagai informasi, Inflasi adalah fenomena ekonomi yang terjadi ketika harga barang dan jasa secara umum mengalami kenaikan dalam periode waktu tertentu. Kenaikan harga ini mengurangi daya beli uang, yang berarti uang yang dimiliki oleh masyarakat tidak dapat membeli barang dan jasa sebanyak sebelumnya. Inflasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti meningkatnya biaya produksi, kenaikan permintaan, atau kebijakan moneter yang longgar.