Pemprov Kaltim Perkuat 3 Program Utama untuk Atasi Kasus Kekerasan Seksual

Ilustrasi Kekerasan Seksual

SAMARINDA, borneoreview.co – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) terus memperkuat tiga program utama dalam upaya menanggulangi meningkatnya kasus kekerasan seksual di daerah tersebut, yang saat ini tercatat mencapai ratusan perkara. Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Junainah, menegaskan bahwa pemerintah serius dalam menangani persoalan ini.

“Pemerintah Kaltim terus berupaya melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual melalui berbagai program. Program pertama adalah sosialisasi dan edukasi tentang kekerasan seksual kepada masyarakat, terutama perempuan dan anak-anak,” kata Junainah di Samarinda pada Minggu.

Program kedua yang menjadi fokus Pemprov Kaltim adalah peningkatan kapasitas aparatur pemerintah dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Langkah ini bertujuan agar aparat terkait memiliki pemahaman dan kemampuan yang lebih baik dalam menangani kasus-kasus tersebut secara profesional dan responsif.

Sementara itu, program ketiga mencakup pembentukan pusat pelayanan terpadu bagi korban kekerasan seksual, serta kerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk pendampingan korban. Pusat pelayanan terpadu ini diharapkan menjadi wadah yang aman dan efektif dalam membantu korban mendapatkan perlindungan dan dukungan.

Selain tiga program tersebut, Junainah menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi dari seluruh elemen masyarakat. Pemprov Kaltim menggandeng berbagai pihak seperti media, sektor swasta, dan LSM untuk bersama-sama mengatasi masalah kekerasan seksual yang semakin meluas.

“Kasus kekerasan seksual di Kaltim terus meningkat. Ini harus menjadi perhatian kita semua, bukan hanya pemerintah, tapi seluruh elemen masyarakat,” ujarnya.

Berdasarkan data DKP3A Kaltim, pada tahun 2021 terdapat 551 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan. Angka tersebut melonjak menjadi 945 kasus pada tahun 2022, dan terus meningkat hingga mencapai 1.108 kasus pada tahun 2023. Hingga akhir Juli 2024, jumlah kasus yang tercatat sudah mencapai 568.

Junainah menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dalam mengatasi masalah ini. “Keberhasilan penanganan sangat bergantung pada partisipasi aktif masyarakat,” imbuhnya.

Peningkatan kasus di Kaltim tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi juga di wilayah kabupaten. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan tersebut perlu ditangani secara komprehensif di seluruh wilayah.

Junainah juga menghimbau masyarakat untuk aktif melaporkan kasus kekerasan seksual yang terjadi di sekitar mereka.

“Jangan takut untuk melapor. Identitas pelapor akan dirahasiakan. Laporan dari masyarakat sangat membantu upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual,” jelasnya.

Ia optimistis, dengan kerja sama yang kuat dari semua pihak, jumlah kasus kekerasan seksual di Kaltim dapat ditekan dan penanganannya semakin efektif. (Ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *