HULU SUNGAI TENGAH, borneoreview.co – Ketika sebagian besar masyarakat menikmati kemudahan akses pendidikan di perkotaan, ada sosok luar biasa yang berjuang demi anak-anak di pelosok negeri. Muhammad Arshad, atau akrab disapa Pak Arshad (31), telah lebih dari lima tahun mengabdikan dirinya di SD Aing Bantai (Filial), sebuah sekolah kecil di tengah belantara Meratus, Desa Aing Bantai, Kecamatan Batang Alai Timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
Untuk mencapai desa ini, Pak Arshad harus menempuh perjalanan berat. Dengan sepeda motor selama tiga jam ke desa terakhir, ia melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki selama delapan hingga sepuluh jam melintasi bukit, sungai, dan hutan belantara. Perjalanan total dari kota memakan waktu dua hari.
Karena jauhnya lokasi, Pak Arshad memilih tinggal di desa selama sekitar 10 hari sebelum digantikan oleh rekan gurunya. Bersama dua guru lainnya, ia menjalankan tugas mendidik dengan semangat, meski harus menghadapi tantangan seperti minimnya fasilitas, terbatasnya akses listrik, dan budaya masyarakat yang memandang pendidikan kurang penting.
“Saya sering mendatangi rumah orang tua untuk meyakinkan mereka bahwa pendidikan adalah investasi masa depan,” ujar Pak Arshad. Usahanya membuahkan hasil; kini lebih banyak anak yang melanjutkan sekolah hingga tingkat SMP dan SMA.
Keterbatasan tidak menghentikannya untuk memberikan yang terbaik. Ia sering mengunduh video pembelajaran di kota untuk ditampilkan di desa atau menggunakan alam sekitar sebagai media belajar. Anak-anak diajak memahami pelajaran langsung dari lingkungan mereka, seperti mengamati warna langit saat Matahari terbenam.
“Melihat orang tua mulai menyekolahkan anak mereka adalah kebanggaan terbesar saya,” ujarnya.
Kisah Pak Arshad adalah pengingat bahwa pendidikan adalah kunci mengubah masa depan, bahkan di tempat terpencil sekalipun. Perjuangannya menjadi inspirasi bagi semua guru di Indonesia. (Ant)
