Ada 775 Titik Deforestasi di Koridor Gajah Sumatra di Bengkulu

gajah Sumatra

BENGKULU, borneoreview.co – Sedikitnya ada 775 titik deforestasi atau pembalakan di koridor gajah Sumatra di Bengkulu yang ditemukan olehForum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Seblat.

KEE menyatakan pembalakan hutan itu terjadi secara masif dan besar-besaran di koridor gajah Sumatra di Bentang Alam Seblat Provinsi Bengkulu.

Dua konsesi tempat kerusakan masif hutan habitat terakhir gajah Sumatra (Elephas maximus Sumatranus) yaitu konsesi PT Anugerah Pratama Inspirasi (API) dan PT Bentara Arga Timber (BAT).

“Berdasarkan analisis citra Sentinel dalam kurun 2024 hingga Oktober 2025, ditemukan lebih dari 775 titik deforestasi,” kata Anggota Forum KEE Koridor Gajah Seblat sekaligus Direktur Genesis Bengkulu, Egi Saputra, Kamis (13/11/2025).

“Dengan luas total mencapai 3.410 hektare (ha) di dalam dua konsesi perusahaan (di Seblat),” tambahnya.

Dari jumlah itu, titik deforestasi di PT BAT sebanyak 262 titik seluas 1.239 hektare, sedangkan dalam konsesi PT API tercatat sebanyak 243 titik seluas 1.209 hektare.

“Hasil analisis citra satelit dan verifikasi lapangan menunjukkan kerusakan habitat meningkat signifikan sejak 2024 hingga 2025. Artinya tidak ada pengamanan wilayah kerja, dibiarkan rusak parah dan tidak ada tindakan,” kata dia.

Sementara data Konsorsium Bentang Alam Seblat pada 2023 mencatat, luas izin PBPH PT API mencapai 41.988 hektare telah beralih fungsi berupa 6.577 hektare semak belukar, 5.432 hektare sawit, dan 2.173 hektare lahan terbuka.

Sedangkan, konsesi PT BAT seluas 22.020 hektare, dan telah berubah fungsi menjadi tanaman sawit seluas 4.826 hektare sawit yang terus meluas setiap tahun.

Padahal, lanjut dia, pemegang konsesi memiliki tanggung jawab atas keselamatan area yang berada dalam wilayah konsesinya sesuai Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Unsang-undang itu menyebut pemegang izin berkewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya.

Kemudian, aturan lain yang mengatur yakni Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan.

Pada Pasal 156 disebutkan bahwa setiap pemegang PBPH pada hutan produksi wajib melakukan perlindungan hutan di areal kerja mereka.

Pun, melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan di areal kerjanya, bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya, serta melakukan pemulihan terhadap kerusakan lingkungan di areal kerja.

Temuan terbaru, menurut Egi, gambar pada citra juga memperlihatkan pembukaan jalur baru dan aktivitas penebangan di blok hutan primer yang sebelumnya berstatus kawasan bernilai konservasi tinggi di wilayah konsesi PT API.

“Akibatnya, blok pakan alami gajah telah hilang dan aktivitas ini juga mengganggu tata air hulu DAS Seblat, dan meningkatkan konflik manusia-gajah. Kalau ini dibiarkan, gajah Seblat akan kehilangan habitat alami sepenuhnya dalam lima tahun ke depan,” kata Egi.

Direktur Kanopi Hijau Indonesia selaku Sekretaris Forum KEE Koridor Gajah Seblat, Ali Akbar, juga mempertanyakan dugaan pembiaran kerusakan hutan produksi di wilayah kerja PT API dan PT BAT.

Atas kondisi itu, Forum KEE Koridor Gajah Seblat merekomendasikan sejumlah langkah perbaikan, di antaranya segera moratorium PT API dan PT BAT sebagai langkah awal untuk menghentikan total aktivitas perusahaan.

“Dan mencabut izin PBPH keduanya berdasarkan audit gabungan oleh Kemenhut, Balai KSDAE, dan lembaga akademik independen,” kata dia.

Kemudian Forum KEE juga mendorong agar wilayah tersebut direstorasi secara partisipatif bersama masyarakat lokal untuk memulihkan koridor gajah yang rusak.(Ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *