JAKARTA, borneoreview.co – Anggota Komisi VII DPR RI, Dyah Roro Esti, meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru, Bahlil Lahadalia, untuk membuat terobosan kebijakan guna meningkatkan status laporan keuangan Kementerian ESDM. Saat ini, laporan keuangan kementerian tersebut mendapat status Wajar Dengan Pengecualian (WDP), yang menurut Roro, merupakan penurunan dari tahun-tahun sebelumnya.
Dalam rapat kerja di Ruang Rapat Komisi VII DPR, Jakarta, Roro menyampaikan bahwa status WDP ini perlu menjadi perhatian penting bagi Bahlil di awal masa jabatannya.
“Hal ini tentunya menjadi masukan bagi Menteri ESDM yang baru, Bapak Bahlil Lahadalia di awal masa jabatannya dikarenakan status WDP yang diperoleh,” ujarnya.
Meskipun baru menjabat, Roro memberikan apresiasi kepada Bahlil karena sudah langsung aktif dalam Komunitas Lintas Negara ASEAN untuk Zero Emission (AZEC), yang berfokus pada transisi energi dan penanggulangan emisi karbon. Ia juga menekankan pentingnya penerapan konsep “people, planet, profit” untuk mencapai target-target besar Indonesia, termasuk dalam menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
Selain itu, Roro menyoroti beberapa isu yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi Kementerian ESDM, seperti praktik pertambangan ilegal yang merugikan negara dari sisi penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Ia juga menyoroti target lifting minyak mentah yang masih jauh dari harapan. Hingga saat ini, lifting minyak hanya mencapai 576 ribu barel per hari, jauh di bawah target 635 ribu barel per hari, padahal Indonesia menargetkan satu juta barel per hari pada tahun 2030.
Roro mengimbau SKK Migas untuk meninjau ulang target lifting tersebut dan melakukan pengawasan lebih ketat.
“Peran amat besar terhadap SKK Migas dalam hal ini untuk melakukan pengawasan,” tegasnya.
Roro juga mengingatkan bahwa sektor energi merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia. Oleh karena itu, ia mendesak Menteri ESDM yang baru untuk fokus pada transisi energi guna memenuhi komitmen Indonesia dalam Perjanjian Paris, di mana target pengurangan emisi telah ditingkatkan dari 23 persen menjadi 32 persen.