Apkasindo Tolak Penggabungan Kelapa Sawit dalam BPDP

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat ME Manurung (Antara/HO/Apkasindo)

JAKARTA, borneoreview.co – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menolak penggabungan pengelolaan kelapa sawit ke dalam Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) dan meminta agar Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) tetap berdiri sendiri. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Apkasindo, Gulat ME Manurung, dalam keterangannya pada Minggu (27/10).

Gulat mengapresiasi kebijakan baru yang meningkatkan produksi kakao dan kelapa melalui Peraturan Presiden (Perpres) 132/2024, namun menekankan bahwa kelapa sawit seharusnya tidak digabungkan dalam lembaga baru tersebut. “Kami meminta agar BPDP-KS tetap berdiri untuk mendanai program sawit, termasuk petani, demi kepentingan nasional sebagai komoditas unggulan Indonesia,” ujarnya.

Gulat mengkritik keputusan penggabungan yang dianggap terburu-buru, dilakukan dua hari menjelang pergantian Presiden, tanpa kajian mendalam dan melibatkan pemangku kepentingan sawit. Dia berpendapat bahwa lembaga baru ini sebaiknya khusus menaungi kakao dan kelapa saja.

Ia juga mengimbau Presiden Prabowo Subianto untuk mencabut Perpres 132/2024 dan mengembalikan Perpres yang menaungi BPDP-KS. Gulat menyebut, keputusan tersebut telah menimbulkan keresahan di kalangan petani sawit, terutama yang sedang mengajukan pendanaan untuk Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

Lebih lanjut, Gulat menjelaskan bahwa dana yang dikelola BPDP-KS berasal dari pungutan ekspor (levy) sawit yang diperoleh dari kontribusi petani, bukan dari pajak atau APBN. Pada September 2024, tarif pungutan ekspor CPO mencapai 62 dolar AS/ton, yang menyebabkan beban bagi petani mencapai Rp192/kg, sementara harga TBS petani sawit hanya Rp208/kg.

“Petani sawit tidak bermaksud egois, namun kami masih memerlukan perhatian afirmatif melalui dana sawit kami sendiri,” ungkap Gulat. Ia menegaskan bahwa dana sawit penting untuk menjaga harga TBS, meningkatkan produktivitas, serta mendukung program biodiesel dan keberlanjutan perkebunan sawit rakyat sesuai dengan program strategis Pemerintahan Prabowo-Gibran.

Gulat juga mengingatkan bahwa masa peralihan BPDP-KS menjadi BPDP dapat berdampak pada program-program petani seperti PSR dan beasiswa anak petani, karena ketidaksinkronan antara lembaga dan kementerian dalam Perpres 132/2024. Ia menilai bahwa seharusnya BPDP-KS diperkuat, bukan dibubarkan.

Sebagai langkah ke depan, Gulat mengusulkan agar BPDP-KS dapat ditingkatkan perannya menjadi Badan Sawit Indonesia di bawah Presiden, sebagai pusat koordinasi untuk menghindari kebingungan terkait regulasi dari berbagai kementerian. (Ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *