PONTIANAK, borneoreview.co – Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan skema open dumping atau pembuangan terbuka di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) seharusnya berakhir sejak 2013.
Dan, target yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah itu ternyata meleset dan baru digencarkan kembali pada tahun ini.
Ada apa dengan TPA open dumping dan seperti apa bahayanya?
Melansir berbagai sumber, Kamis (17/4/2025), open dumping adalah sistem pengelolaan sampah di tanah cekungan yang terbuka tanpa ditutup atau dilapisi dengan tanah.
Cara ini dianggap sederhana karena memanfaatkan topografi lahan. Umumnya, metode ini banyak di kota sedang dan kecil.
Open dumping adalah metode yang dinilai lebih banyak memberikan dampak negatif dan membahayakan.
Karena itu, open dumping tidak lagi direkomendasikan karena kondisinya yang tidak lagi memenuhi syarat teknis suatu TPA sampah berdasarkan peraturan pemerintah.
Bahaya dari TPA open dumping di antaranya air dan tanah dapat tercemar. Ini disebabkan oleh cairan lindi dan gas metana, karbon dioksida, amoniak, hidrogen disulfida, dan lainnya.
Zat-zat tersebut dapat menimbulkan reaksi biokimia hingga terjadi ledakan dan kebakaran.
Selain itu, tempat pembuangan sampah yang tidak ditutup ini menjadi sarana perkembangbiakkan hewan-hewan seperti lalat, tikus, nyamuk, dan kecoa.
Selain itu, dapat juga mengancam kualitas udara yang berdampak pada kesehatan dan mendorong perubahan iklim akibat gas metana yang dihasilkan. ***