PONTIANAK, borneoreview.co – Bea Cukai Kalimantan Bagian Barat (Kalbagbar) berhasil menggagalkan ekspor rotan ke China sebanyak delapan kontainer. Jika rupiahkan, maka nilainya mencapai Rp2.597.305.000.
Bea Cukai Kalbagbar, tepatnya Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean B Pontianak, menahan delapan kontainer rotan dengan berbagai bentuk dan ukuran yang akan diekspor melalui Pelabuhan Dwikora, Pontianak.
“Upaya penggagalan ini menjadi salah satu bukti nyata komitmen Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam memberantas praktik ekspor ilegal,” kata Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kalbagbar, Beni Novri di Pontianak, Selasa (27/8/2024).
“Khususnya barang-barang yang dilarang untuk diekspor sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” sambungnya.
Dia menjelaskan, pengungkapan kasus ini bermula dari analisis yang dilakukan oleh tim analis Kantor Wilayah (Kanwil) DJBC Kalbagbar. Tim tersebut menemukan indikasi pelanggaran kepabeanan dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang diajukan oleh seorang eksportir berinisial CV M.A.S.
Menindaklanjuti temuan ini, petugas Bea Cukai menerbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) untuk menghentikan dan memeriksa barang ekspor tersebut.
“Pemeriksaan terhadap delapan kontainer berukuran 20 feet FCL ini dilakukan oleh petugas KPPBC TMP B Pontianak dengan disaksikan oleh pihak pengusaha Tempat Penimbunan Sementara (TPS) PT Pelindo Pontianak pada 15 Agustus 2024,” tuturnya.
Hasil pemeriksaan menemukan bahwa seluruh kontainer tersebut berisi rotan dalam berbagai bentuk dan ukuran, dengan total sebanyak 861 paket dan berat mencapai ±50.307 kilogram. Barang-barang ini diperkirakan memiliki nilai sebesar Rp2.597.305.000,00.
Menurutnya, pemilik barang atau kuasanya tidak hadir pada batas waktu yang diberikan, sehingga petugas Bea Cukai melaksanakan pemeriksaan jabatan.
Setelah pemeriksaan selesai, penanganan perkara dilimpahkan dari Bea Cukai Pontianak kepada Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat pada 22 Agustus 2024, dan diterbitkan Surat Perintah Tugas Penyidikan (SPTP).
Modus pelanggaran yang digunakan oleh eksportir adalah dengan memberikan informasi yang tidak benar mengenai barang yang diekspor dalam dokumen PEB.
Dalam dokumen tersebut, barang yang dilaporkan adalah kelapa (coconut) dengan tujuan ekspor ke China, namun hasil pemeriksaan mengungkapkan bahwa barang yang diekspor sebenarnya adalah rotan, yang merupakan komoditas yang dilarang untuk diekspor berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023.
Atas perbuatannya, eksportir disangkakan melanggar Pasal 103 huruf (a) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Di tempat yang sama, Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Barat, Imik Eko Putro menambahkan, langkah ini juga sejalan dengan semangat pengawasan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2024.
“Kantor Wilayah DJBC Kalimantan Bagian Barat senantiasa berkomitmen untuk melaksanakan tugas dan fungsi secara profesional dan transparan. Bea Cukai Makin Baik,” tuturnya. (Ant)