PONTIANAK, borneoreview.co – Tanaman beluntas dan puring di masa kecilku di kampong halaman, menjadi tanaman yang jamak ditemui dan dimanfaatkan sebagai tanaman pagar, era tahun 80-90-an di Kota Pontianak.
Saat itu, masih jarang rumah yang berpagar beton atau besi dan tinggi pagarnya pun tak lah setinggi saat ini. Jarak antar rumah biasanya dibatasi parit atau tanaman beluntas.
Beluntas atau nama latinnya Pluchea indica L., merupakan tumbuhan semak berkayu yang bercabang banyak, berusuk halus, dan berbulu lembut.
Jika tidak sering dipangkas, tanaman yang dalam Bahasa Inggris disebut Marsh fleabane ini dapat mencapai 2 hingga 3 meter tingginya, dan sering dimanfaatkan sebagai tanaman obat karena kandungan yang dimilikinya.
Daun tanaman ini mengandung mengandung alkaloid, tannin, natrium, minyak atsiri, kalsium, flafonoida, magnesium, dan fosfor, sementara akarnya mengandung flafonoida dan tannin.
Aku sendiri pernah memanfaatkan air rebusan daunnya, untuk mengurangi bau badan di saat memasuki masa remaja.
Tanaman ini perlahan tersingkir, dengan banyaknya pemanfaatan tanaman teh-tehan atau Acalypha Siamensis sebagai tanaman pagar.
Namun, karena banyaknya serangan parasit tali putri (Cassytha filiformis L.) pada teh-tehan, membuat pagar tanaman tak lagi populer di masa sekarang.
Selain perawatan yang lebih mudah, pemanfaatan ruang yang lebih sedikit, lebih indah dipandang dan tingkat pengamanan yang lebih baik, membuat pagar beton dan besi lebih menjadi pilihan.
Di pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an, di kampong halamanku, ramai gerakan penanaman puring (Codiaeum variegatum) di halaman perkantoran, sekolah dan perumahan, pinggiran jalan bahkan areal pekuburan.
Seperti halnya beluntas, penanaman puring yang dapat dilakukan dengan cara vegetatif menggunakan steknya, membuatnya mudah dilakukan dan dikerjakan.
Apalagi, tanaman perdu yang masih kerabat jauh singkong ini memiliki bentuk dan warna daun yang sangat bervariasi.
Beragam kultivar hasil proses vegetatif dan generatif tumbuhan ini, mulai dengan variasi warna dan bentuk daun. Seperti, memanjang, oval, tepi bergelombang, dan helainya yang terputus-putus, telah mencuri hati banyak pemukim kota.
Kini, jika kita lihat jenis tanaman yang dibudidayakan di pekarangan di kampong halamanku jauh lebih beragam, seiring perkembangan informasi dan pertukaran pengetahuan yang berlangsung.
Para penjual tanaman hias pun sudah banyak bermunculan, menawarkan alternatif tanaman yang layak dibudidayakan.
Banyak rumah dan perkantoran yang kini telah pula mengandalkan jasa penata taman dalam mempercantik halaman maupun suasana dalam huniannya.
Beluntas dan puring dugaanku semakin hari akan semakin terlupakan. Pernah dominan mewarnai halaman-halaman di kampong halamanku.
Penulis: Dr Pahrian Siregar (Alm)