JAKARTA, borneoreview.co – Konsultan Psikiatri Geriatri dari RSKD Duren Sawit dr. Tiur Sihombing, Sp.KJ (K) mengatakan konsumsi obat-obatan golongan benzodiazepin seperti aprasolam dapat membahayakan kesehatan lansia.
“Kadang-kadang ini yang suka disalahgunakan sama pasien ya, pakai obat aprasolam yang kita menyebutnya golongan benzodiazepin kalau pemakaian jangka panjang itu enggak boleh karena efek ketergantungannya tinggi,” kata Tiur di Jakarta.
Tiur mengatakan obat golongan tersebut biasa dipakai oleh dokter untuk mengatasi serangan panik yang terjadi tanpa alasan jelas, sampai membuat jantung tiba-tiba berdebar dan leher terasa tercekik.
Serangan panik ini biasa terjadi sekitar 15 sampai 20 menit.
Obat itu akan bekerja dengan cepat (short acting) untuk mengatasi rasa panik tersebut. Namun, penggunaan jangka panjang dari penggunaan benzodiazepin akan memengaruhi fungsi kognitif lansia yang berujung membuat gampang pikun atau demensia.
Menurutnya, sebaiknya konsumsi obat itu dihindari untuk mencegah efek samping yang berisiko salah satunya yakni munculnya rasa sempoyongan, yang dikhawatirkan membuat lansia terjatuh.
“Ini tugas juga untuk kita, para psikiatri terutama untuk menurunkan dosis ya. Beberapa pasien memang mau bekerja sama, tentu kita edukasi bahayanya menggunakan dalam jangka panjang,” ujar dokter lulusan Universitas Indonesia itu.
Tiur menyampaikan setiap obat yang dikonsumsi harus dikonsultasikan kepada dokter spesialis terkait, supaya obat dapat bekerja secara efektif dengan dosis yang tepat. Termasuk apabila lansia mengalami gangguan tidur.
Keparahan gangguan tidur juga dianjurkannya untuk turut dikonsultasikan guna mendapatkan tindakan yang tepat dari para dokter di rumah sakit.
“Mungkin bisa konsultasi misalnya kan lansia itu biasanya ke dokter jantung, ke dokter syaraf bisa juga ditanyakan, ini kira-kira obat-obat ini saya konsumsi kapan baiknya, pagi atau siang atau malam memengaruhi tidur saya enggak seperti itu,” kata Tiur.
Dalam kesempatan itu, Tiur mengatakan bahwa angka kejadian insomnia pada lansia di Indonesia pada tahun 2021 mencapai sekitar 67 persen. Lansia sering terbangun di malam hari dan sulit kembali tidur.
Kebanyakan lansia tidak puas dengan kualitas atau kuantitas tidurnya, hal ini berlangsung tiga malam dalam satu minggu atau selama minimal tiga bulan.