PONTIANAK, borneoreview.co – Bencana longsor sering datang tanpa peringatan panjang. Dalam hitungan menit, jalan utama bisa terputus, jembatan runtuh, dan sebuah wilayah mendadak terisolasi dari dunia luar.
Ketika bantuan belum dapat masuk dan komunikasi terbatas, kemampuan bertahan hidup di tengah bencana menjadi kunci keselamatan.
Berikut langkah-langkah penting yang harus dilakukan masyarakat saat terjebak di daerah terisolir akibat bencana longsor.
Menenangkan Diri dan Memetakan Kondisi
Langkah pertama yang paling penting adalah tetap tenang. Kepanikan hanya akan menguras energi dan menurunkan kemampuan berpikir jernih. Setelah situasi relatif aman, lakukan pemetaan kondisi secara sederhana: siapa saja yang terdampak, siapa yang terluka, bagaimana kondisi lingkungan sekitar, dan apakah masih ada ancaman longsor susulan.
Warga perlu saling mendata satu sama lain, terutama kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, ibu hamil, dan penyandang disabilitas. Informasi ini menjadi sangat penting saat bantuan mulai datang.
Mengamankan Lokasi dari Ancaman Lanjutan
Longsor sering terjadi berulang. Jika memungkinkan, pindahkan warga ke lokasi yang lebih tinggi, terbuka, dan jauh dari lereng curam, aliran sungai, atau tebing rawan runtuh. Hindari berteduh di bawah pohon besar, tiang listrik, atau bangunan yang retak dan tidak stabil.
Jika hujan masih turun, kewaspadaan harus ditingkatkan karena tanah yang jenuh air sangat rentan bergerak kembali.
Mengatur Persediaan Pangan dan Air
Dalam kondisi terisolir, logistik menjadi masalah utama. Persediaan makanan dan air harus segera diinventarisasi dan dikelola bersama. Prinsip utama adalah berbagi secara adil dan mengutamakan kelompok rentan.
Air bersih menjadi prioritas utama. Jika sumber air terganggu, air hujan bisa dimanfaatkan dengan menampung di wadah bersih. Air yang diambil dari sungai atau sumur sebaiknya direbus hingga mendidih minimal 5–10 menit untuk menghindari penyakit.
Untuk makanan, pilih bahan yang awet, seperti beras, umbi-umbian, mi kering, atau makanan kaleng. Hindari pemborosan karena tidak ada kepastian kapan bantuan tiba.
Menjaga Kesehatan dan Kebersihan
Di daerah terisolir, wabah penyakit sering muncul akibat sanitasi buruk. Tetap jaga kebersihan tangan, peralatan makan, dan lingkungan sekitar. Buang sampah jauh dari sumber air dan lokasi pengungsian.
Jika ada warga yang terluka, lakukan pertolongan pertama seadanya: bersihkan luka dengan air bersih, tekan jika terjadi perdarahan, dan imobilisasi jika terjadi patah tulang. Infeksi kecil bisa menjadi masalah besar jika dibiarkan.
Menjaga Komunikasi dengan Dunia Luar
Sebisa mungkin, pertahankan segala saluran komunikasi yang tersedia. Ponsel, radio, atau alat komunikasi desa menjadi alat vital. Batasi penggunaan baterai untuk hal-hal penting saja.
Jika jaringan hilang total, beberapa warga yang fisiknya kuat dapat menjadi relawan untuk mencari titik sinyal di tempat lebih tinggi, tentu dengan memperhatikan keselamatan dan tidak dilakukan sendirian. Informasi lokasi, jumlah korban, dan kondisi darurat harus disampaikan sejelas mungkin kepada pihak luar.
Menguatkan Ketahanan Mental Warga
Bencana tidak hanya melukai fisik, tetapi juga mental. Rasa cemas, takut, dan putus asa sangat mungkin muncul, terutama jika isolasi berlangsung lama. Peran tokoh masyarakat, relawan lokal, dan keluarga sangat penting untuk saling menguatkan.
Aktivitas sederhana seperti berdoa bersama, berbagi cerita, dan menghibur anak-anak bisa membantu menjaga stabilitas psikologis. Harapan dan kebersamaan menjadi sumber kekuatan utama di tengah keterbatasan.
Mengorganisasi Warga Secara Sederhana
Tanpa komando yang jelas, kondisi darurat bisa semakin kacau. Bentuklah struktur sederhana: siapa yang mengatur logistik, siapa yang menangani kesehatan, siapa yang bertugas memantau kondisi lingkungan, dan siapa yang mencari informasi ke luar.
Pembagian tugas ini membantu warga tetap bergerak efektif dan mencegah kelelahan berlebihan pada satu pihak saja.
Bersiap Menyongsong Evakuasi
Ketika bantuan dan evakuasi datang, warga harus sudah siap secara mental dan fisik. Siapkan barang penting seperti dokumen, obat pribadi, pakaian secukupnya, dan kebutuhan bayi. Ikuti instruksi petugas evakuasi tanpa saling mendahului agar proses berjalan aman.
Terisolasi akibat longsor adalah situasi yang berat, tetapi bukan berarti tanpa harapan. Dengan ketenangan, solidaritas, pengelolaan logistik yang bijak, serta komunikasi yang terus diupayakan, peluang untuk bertahan hidup akan jauh lebih besar. Kesiapsiagaan bukan hanya soal alat, tetapi juga soal sikap, kebersamaan, dan ketahanan mental menghadapi keadaan terburuk.***
