Site icon Borneo Review

Bir Pletok, Minuman Rempah dari Betawi Penghangat dan Menyegarkan Tubuh

Bir Pletok

Bir Pletok minuman tradisional dari Betawi. Bir Pletok minuman dari rempah-rempah hingga membuat badan hangat dan segar.(Foto LPPPOM MUI)

JAKARTA, borneoreview.co – Hujan akhir-akhir ini membasahi sebagian wilayah Jakarta, sejak sore hingga malam. Hujan menjadi teman perjalanan para pemburu rupiah di Ibu Kota.

Warga berada di bus Transjakarta atau Commuter Line. Atau berada gedung yang berpendingin, menambah sensasi dingin di tubuh. Bahkan, nyaris membuat menggigil.

Minuman hangat pun dapat menjadi pilihan, menenangkan suhu tubuh di waktu-waktu dingin.

Meneguk bir pletok untuk menghangatkan tubuh? Mengapa tidak. Strategi sederhana pun dilakukan pembuat bir pletok Titin Nurhajati asal Sukapura, Cilicing, Jakarta Utara.

Di sela Jakarta International Investment, Trade, Tourism, Small and Medium Enterprise Expo (JITEX) 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), sejak 17 September lalu.

Wanita paruh baya itu menyiapkan bir pletok hangat dalam gelas plastik ukuran kecil dan menawarkannya pada pengunjung, khususnya kalangan muda, secara gratis.

Hasilnya lumayan, sebagian pengunjung tertarik mencicipi dan membeli bir pletok buatan Titin.

Sembari menawarkan bir pletok, Titin kerap ditanyai terkait kehalalan produknya.

Rupanya, masih ada orang yang menganggap bir pletok tidak halal gara-gara ada label bir. Kebanyakan yang bertanya pelajar sekolah menengah atas (SMA).

Sebenarnya, Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) telah menyatakan, produk dengan nama bir hanya diperuntukkan bagi produk minuman tradisional.

Yang bukan merupakan khamr, yaitu bir pletok, bisa mendapatkan ketetapan halal.

Hal ini pun diperbolehkan oleh Komisi Fatwa MUI dengan pertimbangan produk tersebut, sudah dikenal lama di tengah masyarakat sebagai produk minuman tradisional non-khamr alias tidak memabukkan.

Sambil menyelam minum air, Titin mematahkan anggapan itu dengan terus berpromosi, bir pletok buatannya yang sudah tersedia dalam berbagai varian rasa dan bentuk kemasan.

Bir pletok dibuat dari berbagai macam rempah. Seperti, jahe, cengkeh, pala, cabai jawa, serai, kapulaga, kayu manis, daun pandan, daun jeruk, kayu secang yang menampilkan warna merah pada minuman.

Selain itu, juga ditambahkan rempah lain, seperti bunga lawang atau pokak, dan kembang pala, seperti resep asli Betawi untuk menambah rasa sedap.

Untuk menambah rasa manis, gula merah yang biasa disebut gula jawa, gula kelapa, gula aren atau madu juga dimasukkan.

Semua bahan rempah tersebut kemudian direbus dan setelah dingin siap diminum.

Dari pandangan medis, peneliti, sekaligus Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) Dr (Cand) dr Inggrid Tania mengakui, bir pletok memang dapat menghangatkan tubuh.

Bahkan, mencegah dan membantu mengatasi “masuk angin” atau dalam istilah medisnya selesma (common cold), akibat infeksi virus yang sifatnya ringan.

Manfaat lainnya, kata Inggrid Tania, yakni membantu melancarkan pencernaan, menyeimbangkan gula darah, menyeimbangkan kolesterol darah, menyeimbangkan asam urat, menyeimbangkan tekanan darah dan meningkatkan vitalitas tubuh.

Ini karena ada bahan di dalam bir pletok yang memiliki sifat antioksidan.

Walaupun terbuat dari herbal, namun masyarakat dengan kondisi medis tertentu, seperti penderita diabetes, disarankan tetap perlu berhati-hati, khususnya terkait gula dalam kandungan bir pletok.

Inggrid menyarankan gula batu di dalam bir pletok diganti pemanis nol kalori yang merupakan bahan alami, sehingga aman bagi penyandang diabetes.

Pilihan lain, apabila pasien diabetes masih bisa mengonsumsi madu, maka bir pletok bisa dicampur dengan madu murni, alih-alih gula batu.

Menatap Ekspor

Titin sebenarnya bukan orang Betawi. Dia berasal dari Kuningan, Jawa Barat, yang menikah dengan pria asli Betawi.

Dia mengenal bir pletok melalui acara-acara keluarga sang suami, seperti arisan keluarga dan Hari Raya Idul Fitri.

Satu kata yang terucap usai mencicipi minuman rempah itu, yakni “enak”. Dia lalu belajar meracik bir pletok dari mertuanya, dan hasilnya memuaskan.

Titin lalu terpikir menjadikan minuman itu sebagai ladang mengumpulkan rupiah.

Usaha bir pletok Titin sudah berlangsung selama beberapa tahun belakangan ini. Skalanya pun masih rumah tangga.

Dalam memproduksi bir pletok, dia dibantu sekitar enam karyawan yang sebagian adalah tetangga dan anggota keluarganya.

Produk bir pletok Titin sudah sampai ke luar Jawa, seperti Bali dan Kalimantan, meskipun hanya terbatas pada kenalannya yang memesan.

Strategi penjualan daring pun dia jalankan. Dalam sehari, 25-50 botol bir pletok bisa dia jual.

Ditanya tentang pendapatan, Titin tersenyum. Katanya, cukup untuk membiayai hidup dirinya dan suami serta menggaji para karyawan.

Melihat potensi produk bir pletok di pasar global, Titin pun ditawari untuk ekspor produk.

Dalam hati dia mengamini tawaran itu, namun dia mengaku terbentur kendala skala produksi.

Titin mengaku belum bisa memproduksi bir pletok dalam jumlah banyak karena masih mengerjakannya secara manual, khususnya dalam pengupasan bahan, seperti jahe dan penggilingan.

Untuk produksi skala rumahan saja, cukup banyak tenaga karyawan yang terkuras dalam sehari.

Sementara untuk ikut serta dalam pameran, seperti JITEX 2025, butuh waktu lebih dari sehari untuk urusan mengupas jahe saja.

“Supaya bisa berkembang ingin punya mesin penggiling. Harganya mahal, sekitar Rp500-700 juta. Jadi selama ini kan diblender. Awalnya diblender berapa kali, blender sudah berkali-kali rusak,” ungkap Titin.

Selain mesin, Titin juga belum paham menyiapkan produk untuk ekspor, salah satunya terkendala bahasa asing.

Menurut informasi yang dia dengar, produsen harus menyiapkan produk dengan kemasan bertuliskan Bahasa Inggris.

Dukungan Pemprov DKI

Usaha produk lokal sesungguhnya telah menjadi perhatian pemerintah daerah agar dapat berkembang dan melebarkan sayap ke pasar global.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, misalnya, berkomitmen mendukung produk lokal inovatif, sebagai salah satu upaya mewujudkan visi Jakarta sebagai kota global yang berdaya saing.

Kepala Bidang Perdagangan Dinas Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (PPKUKM) DKI Jakarta Frida Elizabeth mengatakan dukungan ini diatur melalui berbagai kebijakan.

Misalnya, kebijakan yang mendukung produk lokal, salah satunya memprioritaskan produk lokal UMKM dalam setiap belanja daerah.

Upaya lainnya adalah membangun kolaborasi strategis bersama pemangku kepentingan di sektor industri kreatif internasional dalam pemasaran produk kreatif unggulan ke pasar global.

Ini untuk memastikan produk-produk kreatif Jakarta tidak hanya bertahan di pasar domestik, tetapi juga mampu tampil dan bersaing di pasar internasional.

Dukungan juga diberikan Pemprov DKI melalui program Jakarta Enterpreneur (Jakpreneur).

Di ajang itu, pelaku UMKM mendapatkan pendampingan dan pelatihan agar mereka memiliki keterampilan dan kemandirian berwirausaha serta berkesempatan untuk meraih kesuksesan.

Khusus untuk pasar ekspor, pendampingan ekspor diberikan bekerja sama dengan atase-atase.

Kemudian menggandeng Kementerian Perdagangan, terkait sisi perizinan dan pemasaran, hingga bermitra dengan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk pembiayaan.

Upaya lainnya adalah membantu pelaku UMKM mengintegrasikan semua aspek bisnis, mulai dari pemasaran, manajemen stok, hingga pembayaran dilakukan secara digital.

Hanya saja, transformasi digital saja tak cukup. Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Arshy Adini, harus ada tambahan koneksi emosional dan cerita.

Masyarakat, saat ini bukan sekadar membeli produk, tetapi mencari koneksi emosional.

Karenanya, perlu seni dalam cara produsen menyampaikan cerita, agar melibatkan langsung konsumen, hingga akhirnya mau membeli dalam hitungan detik.

Pemilik usaha harus memahami keunikan dan identitas produk mereka atau istilahnya unique selling point dan strategi bersaing.

Lalu, agar UMKM bisa naik kelas, hal ini juga terkait bagaimana konsistensinya.

Saat ini, jutaan merchant sudah tergabung dalam platform e-commerce, sehingga dalam bersaing tetap wajib memperbaiki kualitas.

Makna dari naik kelas adalah bisa adaptif dan mempertimbangkan permintaan konsumen.

Kembali ke Titin. Saat ini dia masih merintis, sehingga masih dilanda belum percaya diri untuk menatap pasar global.

Namun, melalui pendampingan dan suntikan modal melalui skema pembiayaan khusus UMKM, rasanya go global bukan hal mustahil bagi dia.***

Exit mobile version