PONTIANAK, borneoreview.co – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat bersama Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) menyelamatkan satu bayi orangutan jantan yang dipelihara secara ilegal di kawasan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Sayan, Kabupaten Ketapang.
“Bayi orangutan yang diberi nama Randy itu diperkirakan berusia sekitar dua tahun. Ia dipelihara oleh seorang penambang bernama Hendro selama hampir satu bulan di dalam kandang kecil berukuran sekitar 120 x 50 x 50 sentimeter. Selama dalam pemeliharaan ilegal tersebut, Randy hanya diberi makan pisang, umbut, roti dan air putih,” kata Dokter hewan YIARI, drh. Ishma di Ketapang, Senin (24/11/2025).
Dari pengakuan Hendro, kata Ishma, dia menemukan Randy sendirian di hutan sekitar lokasi tambang. Ia sempat berniat menjual satwa dilindungi itu, namun setelah mendapat informasi dari warga tentang ancaman hukuman dan kewajiban menyerahkan satwa liar yang dilindungi, ia kemudian melapor ke BKSDA dan menyerahkan orangutan tersebut.
Mengingat lokasi penemuan berada di area PETI yang rentan konflik satwa akibat kerusakan habitat, BKSDA Kalbar bersama YIARI bergerak cepat melakukan evakuasi.
Tindakan cepat ini penting karena bayi orangutan sangat rentan terhadap stres, malnutrisi, serta paparan penyakit dari lingkungan yang tidak layak.
Ishma, yang melakukan pemeriksaan awal, menyampaikan bahwa kondisi umum Randy cukup stabil, namun terdapat catatan medis yang harus ditindaklanjuti.
“Secara keseluruhan Randy dalam kondisi baik, tetapi terdapat bekas patah tulang pada paha kiri yang sudah mulai menyatu. Cedera ini diperkirakan terjadi lebih dari empat minggu lalu, kemungkinan sebelum ia dipelihara,” tuturnya.
Setelah dievakuasi, Randy dibawa ke Pusat Rehabilitasi YIARI di Desa Sungai Awan Kiri untuk menjalani karantina selama delapan minggu. Selama masa karantina, ia akan menjalani pemeriksaan lengkap guna memastikan tidak membawa penyakit menular yang dapat membahayakan orangutan lain.
Kasus pemeliharaan ilegal satwa dilindungi masih kerap ditemukan di wilayah pedalaman Ketapang. Pada kasus bayi orangutan, para ahli memastikan hampir dapat dipastikan induknya sudah mati. Di alam liar, bayi orangutan hidup bersama induknya hingga usia 6–8 tahun sehingga keberadaan bayi sendirian menandakan adanya pembunuhan induk.
Ketua Umum YIARI, Silverius Oscar Unggul, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus ini.
“Kasus seperti ini bukan hanya soal pelanggaran hukum. Yang lebih menyedihkan, hampir pasti induk orangutan sudah dibunuh dan aktivitas PETI membuka ruang bagi perburuan dan meningkatkan peluang pemburu mengambil bayi orangutan. Setiap kasus seperti ini berarti populasi orangutan kehilangan dua individu sekaligus,” katanya.
Meski demikian, ia mengapresiasi warga yang bersedia menyerahkan Randy sebagai bentuk kontribusi nyata terhadap upaya pelestarian.
Kepala BKSDA Kalbar, Murlan Dameria Pane, turut mengapresiasi masyarakat yang memberikan informasi mengenai keberadaan satwa tersebut.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang melapor. Habitat orangutan terus terdesak oleh aktivitas manusia sehingga dibutuhkan kerja sama semua pihak untuk menyelamatkan dan menjaga kelestariannya,” kata Murlan. (Ant)
