PONTIANAK, borneoreview.co – Dalam upaya melestarikan satwa endemik, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat bekerja sama dengan Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI) dan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) berhasil melepasliarkan tujuh orangutan yang telah menjalani proses rehabilitasi panjang. Pelepasliaran dilakukan di kawasan TNBBBR, yang dinilai aman dan mendukung keberlangsungan hidup orangutan di habitat aslinya.
Andini Nurillah, Manager Animal Management YIARI, menyatakan bahwa ketujuh orangutan tersebut terdiri dari dua betina bernama Rika dan Kamila serta lima jantan, yaitu Aben, Muaro, Onyo, Batis, dan Lambai.
“Mereka telah melalui rehabilitasi lebih dari sepuluh tahun di YIARI Ketapang dan kini siap kembali ke alam liar sebagai bagian dari upaya konservasi,” kata Andini.
Selama rehabilitasi, orangutan-orangutan ini diajarkan keterampilan bertahan hidup di alam, seperti memanjat, mencari makan, dan membuat sarang. Rika dan Kamila bahkan berhasil menjadi induk asuh bagi dua orangutan jantan. Rika mengasuh Aben, sementara Kamila mengasuh Batis. Menurut Andini, peran induk asuh ini sangat penting dalam mengajarkan keterampilan dasar bertahan hidup.
Proses pelepasliaran membutuhkan waktu tiga hari dan melibatkan lebih dari 100 orang dari masyarakat setempat, tim BKSDA Kalbar, BTNBBBR, dan YIARI. Tim membawa kandang orangutan dari Ketapang menuju kawasan TNBBBR, memperhatikan kondisi fisik orangutan agar tidak stres selama perjalanan.
Andi Muhammad Kadhafi, Kepala BTNBBBR, menjelaskan bahwa kondisi hutan di TNBBBR sangat ideal untuk habitat alami orangutan karena menyediakan sumber pakan yang melimpah. Sementara itu, Ketua Umum YIARI, Silverius Oscar Unggul, mengapresiasi kolaborasi lintas lembaga dalam konservasi satwa liar.
“Ini adalah langkah awal yang baik di bawah kepemimpinan baru Menteri Kehutanan,” ujarnya.
Pemantauan terhadap orangutan dilepasliarkan ini akan berlangsung selama 1 hingga 2 tahun, melibatkan tim monitoring dari warga desa sekitar TNBBBR yang mengamati perilaku orangutan setiap dua menit. Pemantauan ini bertujuan memastikan mereka dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan barunya.
Kepala BKSDA Kalimantan Barat, RM Wiwied Widodo, menekankan pentingnya pelestarian satwa liar endemik Kalimantan, khususnya orangutan, sebagai bagian dari kekayaan biodiversitas Indonesia.
“Dukungan dari berbagai pihak sangat penting agar satwa ini dapat terus hidup dan berkembang di habitat aslinya,” ujarnya.
Sejak 2016, YIARI telah melepasliarkan 82 orangutan di kawasan konservasi. TNBBBR dipilih karena ketersediaan pohon pakan dan statusnya sebagai kawasan konservasi yang aman bagi orangutan, yang diharapkan dapat membantu memulihkan populasi mereka di alam. (Ant)