PONTIANAK, Borneoreview.co – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Barat mengungkapkan bahwa pertumbuhan perkebunan sawit menjadi salah satu penyebab utama bencana banjir dan tanah longsor di wilayah tersebut.
Analis Kebijakan Muda BPBD Kalbar, Supriono, menjelaskan bahwa deforestasi akibat perluasan perkebunan sawit menyebabkan berkurangnya penutup lahan dan kapasitas resapan air.
“Seperti kita ketahui bahwa akar pohon hutan ini mampu menahan air hujan, sehingga mengurangi aliran permukaan yang menyebabkan banjir,” ujarnya, seperti dikutip dari Tribun, Senin, 27 Januari 2025.
Selain itu, sistem akar tanaman sawit yang kurang efektif dalam menyerap air membuat air hujan lebih cepat mengalir ke permukaan. Hal ini diperparah dengan kerusakan struktur tanah akibat penggundulan hutan, yang memicu erosi dan pendangkalan sungai.
“Tanah yang terkikis itu lebih mudah terbawa oleh aliran air, menyebabkan pendangkalan sungai yang memperburuk risiko banjir,” tambahnya.
Faktor lain yang disebutkan adalah kompaksi tanah akibat penggunaan mesin berat dalam pengelolaan perkebunan, perubahan hidrologi yang meningkatkan aliran permukaan, serta pembangunan infrastruktur perkebunan yang mengganggu pola aliran air alami.
“Gangguan siklus air ini, hilangnya hutan menyebabkan penguapan dan transpirasi air menurun, yang berdampak pada gangguan siklus hidrologi lokal,” jelasnya.
Supriono juga menyoroti dampak dari penggunaan area gambut, di mana drainase berlebihan membuat tanah kering dan kehilangan kemampuan menahan air, serta fenomena cuaca ekstrem yang semakin memperburuk kondisi.
“Pendangkalan Sungai dan Ekosistem Hilir. Sedimen dari lahan sawit yang tererosi masuk ke sungai, menyebabkan pendangkalan. Pendangkalan ini mengurangi kapasitas sungai untuk menampung air, sehingga banjir lebih mudah terjadi di daerah hilir,” tuturnya.
Menurutnya, luasnya perkebunan sawit yang minim keanekaragaman hayati juga membuat ekosistem tidak stabil dalam menghadapi hujan deras akibat perubahan iklim.