BPK Temukan Permasalahan dalam Pengelolaan Perizinan Pertambangan dan Kehutanan di BKPM

Anggota II BPK/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara II Daniel Lumban Tobing saat memberikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) atas kepatuhan pengelolaan perizinan pertambangan mineral, batu bara dan kehutanan tahun 2021 hingga triwulan III tahun 2022 kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani, di Jakarta, Selasa (17/9/2024).

JAKARTA, borneoreview.co – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan sejumlah masalah signifikan dalam pengelolaan perizinan pertambangan mineral dan batu bara (minerba) serta kehutanan yang dikelola oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Temuan ini disampaikan oleh Anggota II BPK/Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara II, Daniel Lumban Tobing, pada Kamis (19/09) dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) untuk tahun 2021 hingga triwulan III tahun 2022.

Menurut Daniel, masalah utama adalah kurangnya pengawasan terhadap laporan berkala dari pelaku usaha dalam sistem Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA). Hal ini berpotensi menghambat pemantauan aktivitas pertambangan dan memberikan informasi yang tidak akurat kepada publik. Akibatnya, profil pelaku usaha di sektor pertambangan dan kehutanan tidak ter-update secara lengkap, baik dalam aspek kepatuhan administrasi maupun teknis.

“Permasalahan ini mempengaruhi pemilihan objek pemantauan pada tahun berikutnya, yang tidak didasarkan pada penilaian kepatuhan pelaku usaha,” ujar Daniel.

Untuk itu, BPK merekomendasikan agar Menteri Investasi/Kepala BKPM segera mengimplementasikan proses pengawasan laporan berkala dan penilaian kepatuhan sesuai ketentuan yang berlaku.

Selain itu, BPK meminta Kementerian Investasi/BKPM menjalin kesepakatan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk melaksanakan pengawasan perizinan secara komprehensif melalui subsistem yang terintegrasi dalam OSS RBA.

BPK juga menyoroti ketidakmemadaian pelaporan kegiatan penanaman modal dan penerapan sanksi peringatan tertulis yang belum dilaksanakan secara tertib. Akibatnya, data capaian realisasi investasi yang diinformasikan kepada publik menjadi tidak handal dan dapat menyesatkan pengambilan keputusan stakeholder.

Dalam rekomendasinya, BPK meminta agar fitur Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) pada subsistem pengawasan OSS RBA dikembangkan untuk memberikan informasi yang akurat mengenai realisasi investasi. Fitur ini diharapkan dapat mengirimkan notifikasi kepada pelaku usaha yang tidak mematuhi pelaporan LKPM, serta meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap kewajiban pelaporan tersebut.

Kementerian Investasi/BKPM diharapkan dapat segera menindaklanjuti rekomendasi ini untuk memperbaiki sistem pengelolaan perizinan dan meningkatkan transparansi serta akurasi informasi investasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *