BRGM Berhasil Restorasi 1,6 Juta Hektare Gambut

JAKARTA, borneoreview.co – Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) yang resmi mengakhiri masa kerjanya pada Desember 2024, berhasil melakukan restorasi gambut di lahan seluas 1,6 juta hektare dan rehabilitasi mangrove seluas 84 ribu hektare.

Pihak BRGM menyebut restorasi gambut itu terbukti dapat menurunkan kebakaran lahan sebesar 29,59 persen dan rehabilitasi mangrove juga meningkatkan produktivitas tambak serta menciptakan lapangan kerja.

“Pelaksanaan restorasi gambut dan mangrove itu tidak hanya memulihkan lingkungan namun juga meningkatkan taraf hidup masyarakat,” kata Sekretaris Utama BRGM, Ayu Dewi Utari, di Jakarta, Kamis (20/3/2025).

Ia mengatakan sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 120 Tahun 2020, BRGM merupakan lembaga non struktural berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden dan resmi berakhir pada Desember 2024.

Menurut dia, BRGM bertugas untuk memfasilitasi percepatan pelaksanaan restorasi gambut dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pada areal restorasi Gambut di 7 provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Papua.

Selain itu, BRGM juga melaksanakan percepatan rehabilitasi mangrove di 9 provinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Papua dan Papua Barat.

Saat ini telah dibangun pula 22.349 unit Infrastruktur Restorasi Gambut (IRG), yang terdiri atas sumur bor, sekat kanal, dan kanal timbun. Pihaknya juga berhasil membentuk 1.185 Desa Mandiri Peduli Gambut (DMPG), dan Desa Mandiri Peduli Mangrove (DMPM).

BRGM menciptakan lapangan kerja bagi 102.000 kepala keluarga dalam restorasi gambut, 41.352 orang terlibat dalam kegiatan rehabilitasi mangrove, selain juga membentuk serta melakukan bimbingan bagi 2.992 kelompok masyarakat dalam pelaksanaan rehabilitasi mangrove.

Dia menjelaskan saat ini BRGM sedang dalam proses likuidasi, yaitu proses penyelesaian aset dan kewajiban kepada kementerian terkait.

“BRGM berterima kasih kepada seluruh mitra kerja mulai dari kementerian/lembaga, pemerintah daerah, NGO/LSM, aparatur sipil, universitas hingga masyarakat tingkat tapak,” katanya.

Dia mengingatkan bahwa restorasi gambut dan mangrove, bukan pekerjaan sekali jadi namun memerlukan waktu dan konsistensi, serta bukan pula pekerjaan biofisik semata.

Namun, mencakup kerja kerja sosial dan ekonomi di daerah-daerah pedalaman, pelosok, dan batas terdepan negeri.

BRGM berharap, pelaksanaan restorasi lahan basah, gambut dan mangrove menjadi perhatian bersama.

Restorasi gambut dan mangrove harus terus dilanjutkan agar menjadi salah satu faktor tercapainya FOLU Net Sink 2030 dan Long Term Strategy Low Carbon Climate Resilience Compatible with Paris Agreement (LTS-LCCP ) 2050.
(Ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *