PONTIANAK, borneoreview.co – Jakarta menari dalam irama yang berbeda pada pertengahan Oktober 2025. Nama Carlos Edriel Yulo tersemat.
Di dalam arena megah di kawasan Gelora Bung Karno, tepuk tangan bergema setiap kali seorang pesenam mendarat dengan sempurna di matras laga.
Lampu sorot berpendar, musik mengalun lembut, dan di tengahnya berdiri nama-nama besar dunia gimnastik, dari Amerika Serikat, China, hingga Filipina.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Kejuaraan Dunia Senam Artistik digelar di Asia Tenggara, dan Indonesia menjadi tuan rumah.
Di tengah parade bintang dunia itu, satu nama dari kawasan Asia Tenggara kembali mencuri perhatian: Carlos Edriel Yulo.
Dia adalah pesenam dari Filipina, yang sudah menjadi legenda sebelum usianya menginjak seperempat abad.
Carlos tiba di Jakarta. Tatapan matanya tajam, tapi di balik sorot itu ada bekas lelah dan nyeri yang belum sepenuhnya hilang.
Cedera yang menghantuinya membuat banyak orang ragu apakah ia masih bisa bersaing di level tertinggi. Namun, ia bukan tipe yang mudah menyerah.
Dan benar saja, di tengah persaingan sengit dan tekanan mental yang luar biasa, Carlos kembali menunjukkan keajaibannya.
Meski di nomor senam lantai, yang melambungkan namanya, Carlos hanya meraih perunggu. Di nomor kuda lompat, ia tampil hampir tanpa cela.
Loncatannya tajam, pendaratannya nyaris sempurna. Emas pun kembali melingkar di lehernya — simbol bahwa ia masih yang terkuat di dunia untuk nomor itu.
Ia bersikeras mengikuti ajang di Jakarta karena ingin merasakan kembali atmosfer kejuaraan dunia mengingat ia hanya mengikuti dua kompetisi tahun ini.
Bagi Carlos, perjalanan menuju puncak dunia adalah kisah tentang tekad panjang.
Perjalanan itu membawanya jauh dari rumah — ke Jepang, tempat ia menempuh latihan keras. Di sana, ia membentuk fisik dan mental baja.
Ia bahkan menyebut “mamba mentality” cara berpikir untuk fokus pada kerja keras, disiplin, dan keinginan terus berkembang — filosofi hidup Kobe Bryant, idolanya — yang selalu ia tanamkan.
Kerja keras itu berbuah. Dari medali perunggu di Kejuaraan Dunia Doha 2018, emas di Stuttgart 2019, hingga dua medali emas Olimpiade Paris 2024.
Dalam usia muda, Carlos telah menempatkan namanya sejajar dengan legenda dunia.
Namun, di balik setiap kemenangan, ada pengorbanan: cedera. Jakarta menjadi panggung pembuktian baru, bukan sekadar bahwa ia masih bisa menang, tetapi bahwa ia masih mencintai olahraga ini sepenuh hati.
Panggung Dunia
Kejuaraan Dunia 2025 bukan hanya tentang Carlos. Bagi kawasan Asia Tenggara, ini adalah momen kebangkitan kolektif.
Dua pesenam dari kawasan ikut membuat kejutan. Amanda Yap, remaja 15 tahun asal Singapura, melangkah ke final balok keseimbangan dan finis di urutan keenam.
Dengan senyum gugup namun yakin, ia berdiri sejajar dengan pesenam elite dunia.
Sementara itu, Timkumporn Surintornta dari Thailand memukau juri di nomor senam lantai, menempati posisi kelima dunia.
Kehadiran mereka menandai era baru: Asia Tenggara bukan sekadar ikut serta, tetapi pemain utama dalam panggung senam dunia.
Bagi Indonesia, keberhasilan menjadi tuan rumah kejuaraan dunia ini adalah titik balik besar.
Selama ini, gimnastik belum pernah benar-benar menjadi olahraga utama di negeri ini, tetapi Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 Jakarta bisa jadi awal perubahan.
Federasi Gimnastik Indonesia (FGI) kini memiliki warisan berharga: enam set peralatan standar dunia.
Ketua Umum FGI Ita Juliati mengatakan tiga set akan ditempatkan di pusat pelatihan nasional Cibubur.
Yang tengah disiapkan menjadi sentra latihan jangka panjang. Sisanya dipinjamkan ke pengurus provinsi dengan potensi atlet terbaik.
Dengan fasilitas kelas dunia dan dukungan pemerintah, Cibubur diharapkan menjadi jantung pembinaan gimnastik Indonesia.
Di sanalah nanti bibit-bibit muda ditempa, mungkin untuk menjadi penerus Carlos, Amanda, atau Timkumporn.
Namun, lebih dari sekadar peralatan, Indonesia kini memiliki kepercayaan diri baru.
Keberhasilan penyelenggaraan kejuaraan dunia membuktikan bahwa negara ini mampu menjadi bagian dari ekosistem olahraga global.
Generasi dan Semangat Baru
Menariknya, di Jakarta, Carlos Yulo tak tampil sendirian sebagai satu-satunya “Yulo” di papan skor.
Ada nama lain, Elaiza Andriel Yulo, adik perempuannya yang baru memulai langkah di level dunia.
Ia memang belum menembus final, tetapi kehadirannya memberi nuansa emosional tersendiri.
Dua bersaudara di satu kejuaraan dunia. Dua perjalanan yang berbeda tapi bersumber dari semangat yang sama.
Yaitu, mimpi untuk membuktikan bahwa pesenam Asia Tenggara bisa bersinar di panggung global.
Carlos percaya kawasan ini menyimpan potensi luar biasa yang menunggu untuk diberi panggung.
Dengan lebih banyak dukungan, pelatihan, dan keberanian, Carlos yakin suatu hari nanti akan lahir ratusan pesenam dari kawasan ini.
Elaiza dan generasi muda lainnya seperti Amanda menandai babak baru gimnastik di Asia Tenggara.
Dari Tanah Air, ada pesenam muda Alarice Mallica Prakoso dan Salsabilla Hadi Pamungkas, yang baru mencicipi kejuaraan dunia.
Mereka berhasil menyelesaikan penampilan dengan baik di nomor all-around. Meski tidak lolos ke putaran final, dapat berkompetisi dengan atlet dunia menjadi motivasi tinggi bagi Salsabilla.
Demikian pula dengan Alarice yang merasa kini mimpinya sejak kecil untuk dapat melangkahkan kaki di Olimpiade kian dekat.
Namun, tantangan masih panjang.
Meski momentum kebangkitan sudah terasa, jalan Asia Tenggara menuju kejayaan masih panjang.
Negara-negara seperti China, Jepang, dan Amerika Serikat masih unggul dalam sistem pembinaan, kualitas pelatih, serta kontinuitas kompetisi.
Namun, kawasan ini mulai belajar. Thailand, Malaysia, Singapura, telah mendatangkan pelatih asing jangka panjang.
Indonesia, melalui program Cibubur, mencoba membangun fondasi dari dalam. FGI berencana untuk mendatangkan pelatih asing. Opsi lainnya adalah mengirim atlet mengikuti training camp jangka panjang.
Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 Jakarta bukan sekadar perhelatan olahraga. Ia adalah deklarasi kematangan Asia Tenggara, sebuah pernyataan bahwa kawasan ini telah siap menjadi bagian dari percaturan dunia.
Dan, ketika sorot lampu arena dimatikan Sabtu malam, fajar gimnastik Asia Tenggara baru saja terbit.(Ant)***

