Balikpapan, borneoreview.co – Pada 12 Agustus 2015, masyarakat Adat Wehea di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, merayakan pencapaian penting dalam upaya pelestarian lingkungan mereka.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengukuhkan prasasti hutan adat desa-desa Wehea dengan fungsi hutan lindung “Tlan Long Suh Wehea”.
Prasasti ini ditandatangani oleh Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat KLHK, di Desa Bea Nehas, Kecamatan Muara Wahau.
Kepala Adat Besar Wehea, Lejie Be, mengungkapkan betapa mendalamnya hubungan spiritual masyarakat Adat Wehea dengan hutan.
Masyarakat Adat Wehea menganggap hutan seperti ibu mereka sendiri. Untuk itulah, secara turun-temurun, Masyarakat Adat Wehea dengan setia selalu menjaga hutan mereka.
“Bagi kami, hutan adalah ibu, gunung adalah kakek nenek, tanah adalah kehidupan, dan air adalah air susu ibu. Mengingat betapa pentingnya peran hutan, maka sejak lama dan turun-temurun kami setia menjaga hutan,” ungkap Lejie, Kamis (1/8/2024).
Hutan Lindung Wehea, yang membentang seluas 38.000 hektare, mencakup berbagai tipe hutan dari dataran rendah hingga pegunungan, dengan ketinggian berkisar antara 250 meter di timur hingga 1.750 meter di barat.
Hutan ini bukan hanya sekadar sumber kehidupan bagi masyarakat setempat tetapi juga merupakan habitat berharga bagi berbagai flora dan fauna serta sumber mata air vital.
Lejie Be menambahkan bahwa masyarakat Wehea akan marah jika ada yang mengganggu hutan mereka. Mereka akan memberikan hukuman pada setiap orang yang berani merambah hutan, termasuk berburu atau menebang pohon di hutan lindung. Adapun hukuman yang diberikan berupa sanksi adat bagi siapa pun yang mencoba merambah atau merusak hutan.
Masyarakat Wehea juga tidak menganggu atau memburu hewan-hewan yang ada di hutan lindung. Mereka hanya akan bertindak secukupnya jika merasa mendapatkan gangguan dari hewan-hewan yang ada di dalam hutan.
“Kami marah jika ada yang merambah hutan. Jika ada warga yang tertangkap berburu atau menebang pohon di hutan lindung, mereka akan dikenakan denda adat. Kami juga tidak mengganggu hewan sepanjang mereka tidak mengganggu kami,” tegasnya.