JAKARTA, borneoreview.co – Indonesia resmi menetapkan kebijakan nasional terkait batas kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk memastikan pembangunan tidak melampaui batas kapasitas yang mampu dihadapi lingkungan hidup suatu wilayah.
Dalam pernyataan di Jakarta, Rabu, (25/6/2025), Deputi Tata Lingkungan dan Sumber Daya Alam Berkelanjutan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Sigit Reliantoro menjelaskan penetapan itu dilakukan melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Nomor 916 Tahun 2025.
“D3TLH (Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup) adalah sistem peringatan dini. Ia memberi tahu kita untuk cukup, jangan melampaui. Karena saat alam jenuh, yang runtuh pertama adalah manusia,” kata Sigit.
Kebijakan itu, jelasnya, menjadi pijakan penting dalam memastikan bahwa pembangunan nasional tidak melampaui kapasitas lingkungan.
Meski secara nasional kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan masih berada dalam batas aman, namun beberapa wilayah, khususnya Pulau Jawa, mulai menunjukkan tanda-tanda kelebihan beban.
Tekanan dari jumlah penduduk, produksi limbah, serta alih fungsi lahan telah melebihi kapasitas alam dalam menyediakan air bersih, udara sehat, dan ruang hidup yang layak.
“Ini bukan lagi soal teknis. Ini soal bagaimana kita menata masa depan. Jika tak segera dikendalikan, pembangunan akan jadi bumerang,” jelasnya.
D3TLH sendiri mencakup lima elemen utama yaitu air, lahan, laut, udara, dan keanekaragaman hayati. Semua aspek tersebut dianalisis menggunakan indeks pemanfaatan yang tidak hanya mencerminkan kondisi sumber daya alam, tetapi juga dampak aktivitas manusia.
Sigit mengatakan, melalui kebijakan itu semua bentuk pembangunan, termasuk izin usaha dan revisi rencana tata ruang wilayah (RTRW), harus mengacu pada data D3TLH. Artinya, pembangunan tidak lagi sekadar dilihat dari potensi ekonomi, tetapi juga dari kapasitas lingkungan untuk menanggungnya.
Saat ini, 12 provinsi telah menetapkan kebijakan D3TLH masing-masing, di antaranya Jawa Barat, DI Yogyakarta, Maluku, Kalimantan Timur, dan Gorontalo. Pemerintah menargetkan seluruh provinsi menyusul sebelum akhir Juli 2025. (Ant)