SAMBAS, borneoreview.co – Sambas Governance Watch (SGW) menggelar Workshop Penataan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dengan tema “Membangun Kesamaan Pandangan dan Arah Kebijakan Daerah”, Jumat (17/10/2025).
Kegiatan ini menjadi wadah strategis, untuk memperkuat tata kelola pertambangan emas rakyat, sekaligus mengoptimalkan potensi penerimaan daerah di Kalimantan Barat.
Koordinator SGW, Urai Guntur, menjelaskan bahwa workshop ini diinisiasi untuk menyatukan persepsi lintas sektor sekaligus memperkuat koordinasi antara pemerintah daerah, DPRD, penegak hukum, akademisi, dan masyarakat.
“Workshop ini menjadi ruang dialog kebijakan agar kegiatan pertambangan rakyat di Sambas bisa ditata secara legal, tertib, dan berkelanjutan. Harapannya, hasil pertemuan ini melahirkan rekomendasi kebijakan yang komprehensif sebagai dasar hukum daerah,” ujarnya.
Menurut Guntur, penataan wilayah pertambangan rakyat tidak hanya berfokus pada aspek legalitas, tetapi juga memperhatikan tata ruang, kelestarian lingkungan, serta pemerataan ekonomi masyarakat.
“Penting bagi pemerintah daerah untuk menyiapkan regulasi yang berpihak pada penambang agar manfaat ekonomi dari sektor tersebut dapat dirasakan secara merata,” tambahnya.
Sementara itu, Asisten I Sekretariat Daerah Kabupaten Sambas, Yudi, menilai isu WPR memiliki posisi strategis dalam mendorong pembangunan ekonomi daerah.
Ia menyebut, pemerintah daerah telah berkoordinasi dengan para camat dan kepala desa untuk mengusulkan sejumlah wilayah potensial ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.
“Bersama camat dan kepala desa, kami telah mengusulkan sejumlah wilayah potensial agar kegiatan pertambangan memiliki dasar hukum dan selaras dengan tata ruang wilayah,” katanya.
Yudi menegaskan, meskipun kewenangan pengelolaan pertambangan rakyat kini berada di tingkat provinsi dan pusat, Pemerintah Kabupaten Sambas tetap berkomitmen memperkuat usulan wilayah pertambangan rakyat melalui perencanaan tata ruang daerah.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Abdul Haris Fakhmi dari Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) Wilayah Kalimantan Barat menyoroti lemahnya kontribusi sektor pertambangan emas rakyat terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Fakta di lapangan menunjukkan belum ada satu rupiah pun yang masuk ke kas daerah dari sektor ini. Ini menandakan sistem pengelolaan dan kebijakan perizinan belum berjalan optimal,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, regulasi baru seperti PP Nomor 39 Tahun 2025 memberikan peluang bagi koperasi dan UMKM untuk mengelola wilayah pertambangan mineral, termasuk emas, tanpa melalui mekanisme lelang.
“Koperasi lokal di Kabupaten Sambas kini dapat mengajukan izin usaha pertambangan rakyat langsung ke Kementerian ESDM. Namun, tantangan terbesar masih terletak pada kelambanan penyusunan dokumen reklamasi dan pascatambang,” jelasnya.
Melalui forum ini, SGW berharap tercipta sinergi antara masyarakat penambang, pemerintah daerah, dan lembaga terkait untuk mewujudkan pertambangan rakyat yang legal, ramah lingkungan, serta berkontribusi nyata terhadap ekonomi lokal.***

