JAKARTA, borneoreview.co – Pembatalan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 (RUU Pilkada) oleh DPR RI memunculkan berbagai reaksi, salah satunya dari Aditya Perdana, Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI). Ia menekankan pentingnya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dalam mengatasi situasi yang terjadi saat ini.
“Yang paling krusial itu memang PKPU kalau dalam konteks yang kita bicarakan hari ini,” ujar Aditya saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Aditya menjelaskan bahwa setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK), KPU harus segera berkonsultasi dengan Komisi II DPR RI untuk merevisi PKPU yang ada. Konsultasi ini penting untuk menindaklanjuti putusan MK dan memastikan bahwa proses pemilihan kepala daerah berjalan sesuai hukum yang berlaku.
“PKPU kan harus ada persetujuan dari RDP (rapat dengar pendapat) dengan Komisi II DPR, jadi itu yang disampaikan oleh Ketua KPU,” tambah Aditya.
Publik, menurut Aditya, harus menunggu hasil akhir dari konsultasi antara KPU dan Komisi II DPR RI. Keputusan KPU dalam merespons putusan MK akan menentukan apakah seluruh ketentuan dari putusan tersebut akan diakomodir atau akan ada dinamika lain yang terjadi.
“Saya pikir itu kan jadi pertanda bahwa DPR mempertimbangkan dari apa yang disampaikan kepada publik, apa yang terjadi hari ini mungkin jadi pertimbangan serius, dan menurut saya itu jadi sesuatu yang penting,” ujarnya, menyinggung keputusan DPR RI yang membatalkan pengesahan RUU Pilkada.
Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, juga menegaskan bahwa KPU akan segera berkoordinasi dengan Komisi II DPR RI. Rapat dengar pendapat terkait hal ini dijadwalkan pada Senin, 26 Agustus 2024, satu hari sebelum pendaftaran calon kepala daerah dibuka.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, memastikan bahwa pengesahan RUU Pilkada dibatalkan. Pendaftaran calon kepala daerah yang akan dimulai pada 27 Agustus 2024 tetap akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi.
Pembatalan pengesahan RUU Pilkada ini tidak lepas dari adanya aksi unjuk rasa yang berlangsung di sekitar kompleks parlemen. Massa dari berbagai pihak memprotes pembahasan RUU tersebut yang dinilai terburu-buru dan tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Pilkada.
RUU Pilkada sendiri menuai pro dan kontra sejak mulai dibahas oleh Badan Legislasi DPR RI dan Pemerintah pada Rabu (21/8). Beberapa pihak menilai bahwa pembahasan ini terlalu singkat dan tidak mempertimbangkan secara mendalam implikasi dari putusan MK yang baru saja diputuskan pada Selasa (20/8). (Ant)