PALANGKA RAYA, borneoreview.co – Yayasan Borneo Orangutan Survival pekan ini melepasliarkan enam orangutan ke rumah barunya. Pelepasan itu menjadi bagian dari perayaan Hari Pahlawan yang jatuh pada 10 November. Di antara enam orangutan itu, terdapat orangutan yang diselamatkan dari Thailand.
Enam orangutan tersebut yaitu Runtu, orangutan betina berusia 23 tahun; Bejo, orangutan jantan berusia 17 tahun; Happy, orangutan jantan berusia 16 tahun; Blegi, orangutan jantan berusia 12 tahun; Meryl, orangutan betina berusia 10 tahun; dan Jengyos, orangutan betina berusia 9 tahun. Rincian tiga orangutan betina dan tiga orangutan jantan.
Runtu merupakan orangutan paling tua di kelompok yang dilepasliarkan itu dan merupakan orangutan direpatriasi dari Thailand. Runtu diselamatkan dan dikembalikan ke Kalteng pada 2006 saat usianya masih 5,5 tahun.
Sebelum dibawa ke Indonesia, Runtu diidentifikasi merupakan orangutan khas Kalimantan Tengah sehingga dibawa ke Nyaru Menteng, Kota Palangka Raya. Butuh waktu 12 tahun untuk merehabilitasi dan reintroduksi Runtu untuk mendapatkan kembali sifat liarnya.
CEO Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) Jamartin Sihite menjelaskan, enam orangutan itu dilepasliarkan di Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya (TNBBBR), Kabupaten Katingan, yang berbatasan langsung dengan Bukit Baka, Kalimantan Barat.
Mereka yang dilepaskan merupakan orangutan yang sudah siap hidup di alam liar seperti seharusnya mereka hidup. ”Pada momen Hari Pahlawan ini, kami diingatkan akan kebutuhan mendesak untuk melindungi satwa liar Indonesia yang terancam punah dan menjaga keseimbangan ekosistem yang mendukung keberlanjutan seluruh makhluk hidup,” kata Jamartin, Selasa (12/11/2024).
Jamartin menambahkan, upaya penyelamatan orangutan merupakan bagian dari upaya menyelamatkan alam, terutama hutan tempat mereka tinggal. Upaya itu tidak bisa dilakukan satu atau dua lembaga, untuk itu penting melakukan kolaborasi, terutama bersama masyarakat.
”Dengan dukungan dari seluruh pihak, kami percaya upaya konservasi dapat memberi manfaat jangka panjang, baik untuk satwa maupun untuk manusia,” kata Jamartin.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng Persada Agussetia Sitepu mengatakan, orangutan merupakan spesies tangguh dalam beradaptasi dengan alam liar. Peran orangutan penting untuk keberlanjutan ekosistem. Untuk itu, orangutan yang sedang menjalani masa rehabilitasi dan reintroduksi saat ini harus disiapkan untuk melanjutkan peran sebagai spesies payung di hutan hujan tropis Kalimantan.
”Meskipun kami berperan dalam mengembalikan orangutan ke hutan, habitat alaminya, sesungguhnya, pahlawan sejati adalah orangutan itu sendiri. Keenam individu yang kami lepas liarkan hari ini adalah simbol kekuatan dan kemampuan luar biasa mereka dalam menghadapi tantangan alam. Dengan keterampilan yang mereka asah selama rehabilitasi, mereka membuktikan diri sebagai pahlawan yang berjuang untuk kebebasan mereka sendiri,” kata Persada.
Kepala Balai TNBBBR Andi Muhammad Kadhafi menambahkan, pelepasliaran ini adalah simbol komitmen bersama dalam menjaga kelestarian keanekaragaman hayati dan habitat alami di kawasan konservasi.
”Ini adalah bagian dari upaya jangka panjang untuk memperkuat ekosistem. Dengan begitu, kami turut memastikan bahwa keberlanjutan alam ini akan tetap terjaga bagi generasi yang akan datang,” kata Andi.
Pelepasliaran ini merupakan kegiatan pelepasliaran yang ke 44 di Kalteng sejak 2012. Total sudah 533 orangutan dilepasliarkan sejak saat itu sampai hari ini di dua lokasi di Kalteng, yakni Hutan Lindung Bukit Batikap dan TNBBBR. Yayasan BOS juga melepasliarkan orangutan di Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur.
Walakin, yayasan tersebut saat ini merawat lebih dari 300 orangutan di dua pusat rehabilitasi orangutan, Kalteng dan Kaltim. Ratusan orangutan itu menunggu untuk dilepasliarkan ke rumah baru mereka.