SAMARINDA, borneoreview.co – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur optimis Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dapat berjalan di provinsi tersebut. WPR diharapkan menjadi solusi untuk menekan aktivitas tambang ilegal yang marak terjadi di Benua Etam.
Kepala Dinas ESDM Kaltim, Bambang Arwanto, menyatakan bahwa saat ini WPR di Kaltim masih dalam tahap penyusunan regulasi. “WPR kita siapkan, cuma aturannya belum ada. Di OSS (Online Single Submission) masih disusun, sekarang tambang kecil masih lewat IUP (Izin Usaha Pertambangan),” ujarnya, Selasa (1/1/2025).
WPR adalah wilayah pertambangan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan rakyat. Kegiatan ini dilakukan secara kecil-kecilan atau gotong-royong oleh masyarakat setempat. Dengan adanya WPR, masyarakat dapat menjalankan aktivitas tambang secara legal tanpa khawatir melanggar hukum.
Pada 2024 lalu, pemerintah menetapkan 1.215 WPR secara nasional dengan luas total 66.593,18 hektare di 19 provinsi. Di Kalimantan, WPR baru ditetapkan di Kalimantan Barat sebanyak 199 WPR dengan luas 11.848 hektare.
“Kami optimis WPR bisa dijalankan di Kaltim, namun sistem perizinannya harus diselesaikan terlebih dahulu,” kata Bambang. Ia juga menambahkan bahwa penerapan WPR adalah langkah legalisasi sekaligus pengendalian aktivitas tambang rakyat.
Gubernur Kaltim terpilih, Rudy Mas’ud, turut menegaskan pentingnya penerapan WPR yang sesuai dengan aturan. “Batu bara yang WPR ini ke depannya tidak lagi menggunakan koridoran, tetapi sesuai dengan undang-undang dan aturan yang berlaku. Nanti kita akan bahas lebih lanjut,” ungkap Rudy.
Dengan implementasi WPR, pemerintah berharap tambang kecil dapat beroperasi secara efisien tanpa biaya besar, sekaligus mengurangi dampak negatif dari tambang ilegal di Kalimantan Timur. (Kal)