Hak Pekerja Perkebunan Sawit Rawan Dilanggar, Pemerintah Diminta Hadir

perkebunan sawit

PONTIANAK, borneoreview.co  – Yayasan Teraju Indonesia mengungkapkan dugaan pelanggaran hak-hak pekerja yang dialami seorang buruh perempuan lanjut usia di salah satu perusahaan perkebunan sawit di Kabupaten Ketapang.

Hal ini menunjukkan masih lemahnya perlindungan bagi pekerja perkebunan, terutama mereka yang telah berusia senja dan bekerja dengan status yang tidak pasti.

Artinya, perlunya negara hadir melakukan pengawasan menyeluruh terhadap praktik ketenagakerjaan di sektor perkebunan sawit.

“Kasus ini mencuat setelah sosok Fatimah (67), buruh harian lepas di PT Aditya Agroindo (AA Group KPU/DTK), masih bekera meski kondisi fisiknya semakin melemah dan usianya telah lanjut,” kata Ketua Yayasan Teraju Indonesia, Agus Sutomo di Pontianak, Minggu (16/11/2025).

Dia mengatakan kisah Fatimah menggambarkan masih lemahnya perlindungan bagi pekerja perkebunan.

“Bu Fatimah sudah bekerja 13 tahun, tetapi tidak pernah diangkat sebagai pekerja tetap. Ia tetap berstatus buruh harian lepas tanpa akses jaminan kesehatan maupun perlindungan kerja lainnya,” tuturnya.

Rumah yang ditempatinya bersama sang suami pun hanya berupa pondok sederhana beratap seng.

Dan, selama 13 tahun bekerja, Fatimah beberapa kali meminta diberhentikan atau dipensiunkan karena tubuhnya tidak lagi kuat bekerja.

Namun permohonannya, menurut Teraju Indonesia, tidak mendapat respons dari pihak perusahaan.

“Ini bukan hanya soal status kerja, tetapi soal kemanusiaan. Fatimah meminta berhenti bukan karena malas, tapi karena sakit dan tidak mampu lagi bekerja. Namun permintaannya tidak digubris,” kata Agus.

Teraju Indonesia juga menyoroti dugaan pelanggaran lain terkait kewajiban perusahaan mendaftarkan pekerjanya ke BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.

“Fatimah tidak terdaftar sebagai peserta BPJS. Setiap kali sakit, biaya pengobatan harus ia tanggung sendiri. Ini jelas bertentangan dengan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional,” kata Agus.

Berdasarkan kajian awal Yayasan Teraju Indonesia, sejumlah ketentuan diduga tidak dipenuhi oleh perusahaan, antara lain perlindungan pekerja usia lanjut.

Sebagaimana prinsip kemanusiaan dalam UU Ketenagakerjaan, status kerja buruh harian lepas yang berlangsung hingga 13 tahun, yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan hubungan kerja yang semestinya berkelanjutan.

Selain itu tidak dipenuhinya hak-hak normatif pekerja, termasuk jaminan kesehatan, jaminan hari tua, pesangon, penghargaan masa kerja, dan kewajiban K3.

Karena itu, menurut Teraju Indonesia, perlunya negara hadir melakukan pengawasan menyeluruh terhadap praktik ketenagakerjaan di sektor perkebunan sawit.

“Pemerintah harus memastikan tidak ada lagi pekerja yang dipaksa bekerja di usia senja, apalagi tanpa perlindungan dasar,” harapnya. (Ant)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *