PONTIANAK, borneoreview.co – Kenapa ada peringatan Hati Bumi setiap tahun? Dan, kenapa jatuh pada 22 April?
Melansir berbagai sumber, Selasa (22/4/2025), sejatinya Hari Bumi muncul setelah serangkaian bencana lingkungan yang mengundang perhatian publik.
Salah satu pemicunya adalah terbitnya buku Silent Spring karya Rachel Carson pada 1962, yang membuka mata dunia terhadap bahaya pestisida.
Lalu pada 1969, Sungai Cuyahoga di Ohio terbakar karena tercemar limbah industri. Peristiwa itu menyadarkan masyarakat tentang betapa buruknya kondisi lingkungan saat itu.
Sejujurnya, meski ada banyak kelompok yang sudah bergerak di bidang lingkungan, namun mereka belum bersatu dalam satu gerakan besar, hingga akhirnya Hari Bumi dicetuskan.
Perayaan ini pertama kali diperingati pada 22 April 1970, ketika lebih dari 20 juta orang turun ke jalan di berbagai kota di Amerika Serikat.
Di New York, Fifth Avenue bahkan ditutup karena ribuan orang berkumpul melakukan unjuk rasa dan aksi bersih-bersih. Suasananya bahkan terasa seperti perayaan, dengan warga piknik di tengah jalan dan menyanyikan lagu “Happy Earth Day to You”.
Meski awalnya hanya digagas di Amerika Serikat, Hari Bumi menjelma menjadi peringatan global. Sejak 1990, gerakan ini meluas ke seluruh dunia.
Saat itu, kampanye besar berhasil memobilisasi 200 juta orang di 141 negara. Ini menjadi tonggak penting yang menandai transisi Hari Bumi dari gerakan lokal menjadi agenda dunia.
Kini, setiap tahun sekitar satu miliar orang di lebih dari 190 negara ambil bagian dalam berbagai kegiatan Hari Bumi.
Aksi ini tidak hanya diisi oleh warga sipil, tapi juga melibatkan sekolah, komunitas, pemerintah, dan sektor swasta. Gerakan ini melintasi batas negara, budaya, bahkan politik, karena satu hal yang menyatukan semua manusia.
Pemilihan tanggal 22 April bukan tanpa pertimbangan strategis. Tanggal ini dipilih oleh Gaylord Nelson dan Denis Hayes karena jatuh di tengah-tengah jadwal perkuliahan, tepat setelah libur musim semi dan sebelum ujian akhir.
Tujuannya untuk memastikan mahasiswa yang saat itu menjadi kekuatan besar dalam gerakan sosial, bisa berpartisipasi maksimal dalam kegiatan Hari Bumi.
Kondisi cuaca yang mendukung juga menjadi alasan lain. Dengan cuaca yang hangat dan cerah pada musim semi, kegiatan luar ruangan seperti unjuk rasa, bersih-bersih lingkungan, atau piknik edukatif bisa berjalan lancar.
Strategi ini terbukti efektif karena mahasiswa menjadi garda terdepan dalam perayaan dan penyebaran pesan Hari Bumi sejak pertama kali digelar. ***