Industri Kreatif Changsha Tiongkok, Kemajuan Tak Terbendung Berkat Dukungan dan Regulasi Baik Pemerintah

Sulih Suara

BEIJING, borneoreview.co – Film animasi asal China Ne Zha 2 hingga Juni 2025 berhasil meraup pendapatan sebear 2,13 miliar dolar AS (sekitar Rp35,5 triliun) dengan 324 juta penonton, menjadikannya sebagai film paling banyak ditonton sekaligus berpenghasilan tertinggi sepanjang masa di Tiongkok.

Kisah tentang dewa muda pemberontak dari mitologi kuni yang digabungkan dengan animasi mutakhir.

Juga sentuhan sentimentil itu berhasil menjadi fenomena budaya di China maupun di kancah internasional, karena ditayangkan juga di lebih dari 30 negara dan wilayah, bahkan terbaru di jaringan OTT Netflix.

Ne Zha 2 menjadi salah satu karya hasil industri kreatif China yang memang mendapatkan dukungan dari pemerintah China sejak periode 2000-2019, termasuk dukungan finansial dan pengembangan infrastruktur budaya.

Hasilnya adalah tumbuhnya industri sendi dan budaya serta munculnya berbagai bentuk industri kreatif ditunjang dengan penelitian dan pengembangan yang skalanya terus meningkat.

Laporan Biro Statistik Nasional (NSB) China, pada 2024 pendapatan bisnis budaya dan industri di negara tersebut.

Sudah mencapai 19,142 triliun yuan atau sekitar Rp44,8 kuadriliun atau meningkat 7,1 persen dibanding tahun sebelumnya.

Industri budaya yang dimaksud meliputi seni (barang antik, pertunjukan, musik, dan fotografi), media (penerbitan, film, televisi, dan radio) dan konsultasi desain (desain produk, arsitektur, mode, perangkat lunak, permainan video, dan periklanan).

Kreativitas di Changsha

Salah satu lokasi industri kreatif di China adalah Changsha, ibu kota provinsi Hunan di China bagian tengah.

Kota ini mendapat gelar “Kota Seni Media” dari UNESCO. Ada juga yang menyebutnya sebagai “Kota Budaya Asia Timur” dan menjadi salah satu kota bersejarah dan budaya nasional pertama.

Changsha juga menjadi satu dari sepuluh kota di China yang memiliki “Zona Percontohan Inovasi dan Pengembangan Kecerdasan Buatan Generasi Baru Nasional”.

Untuk mendukung perkembangan industri kecerdasan buatan (AI) dalam berbagai level. Setidaknya tercatat 2.500 perusahaan bidang AI di kota tersebut.

Industri budaya dan AI di Changsha salah satunya terwujud dalam drama pendek yang menggunakan teknologi AI untuk mengoptimalkan rantai kreasi.

Juga penyebaran dengan sulih suara ke berbagai bahasa dalam waktu yang sangat singkat, melalui perangkat penerjemahan video AI sehingga mikro drama China pun mendunia.

Ciri mikro drama China adalah konten durasi super singkat, biasanya hanya tiga hingga delapan menit per episode, bahkan ada yang 60-120 detik tapi menawarkan jalan cerita yang padat, emosional, dan penuh plot twist.

Berdasarkan data The Micro-Drama Economy 2025 yang dirilis Media Partners Asia (MPA), pendapatan mikro drama di China pada 2025.

Jumlahnya sebesar 9,4 miliar dolar AS atau sekitar Rp156,06 triliun dan diproyeksikan akan naik hingga 16,2 miliar dolar AS atau Rp265,07 triliun pada 2030.

Pendapatan itu berasal dari delapan “platform” mikro drama China yaitu DramaBox, DramaWave, FlickReels, GoodShort, MoboReels, NetShort, ReelShort, dan ShortMax.

Yang seluruhnya juga terus beriklan di media sosial seperti Instagram, TikTok dan medsos lainnya.

Satu industri pendukung mikro drama China adalah “Laboratorium Audio-Visual Malanshan” di Distrik Kaifu, Changsha.

Di laboratorium suara milik pemerintah daerah tersebut, dengan satu kali klik, satu episode mikro drama berbahasa Mandarin dengan durasi 5 menit dapat langsung disulih suara menjadi bahasa Inggris dalam waktu 30 menit.

“Dengan tingkat akurasi lebih dari 90 persen, efisiensinya meningkat beberapa kali lipat dibandingkan menggunakan pekerja sulih suara manual,” kata staf Malanshan, Liu Ziming.

Seraya menambahkan, ia hanya tinggal menyesuaikan ukuran serta posisi subtitel secara manual dan satu episode mikro drama siap didistribusikan ke luar negeri.

Laboratorium Audio-Visual Malanshan adalah pusat inovasi yang didirikan pemda Hunan pada Juli 2024 yang berfokus pada peningkatan kualitas konten audio dan visual pascaproduksi untuk film, televisi, animasi, dan gim.

Malanshan diharapkan menjadi pusat teknologi audio-visual nasional terkemuka.

Teknologi inti pusat lab tersebut adalah sistem penerjemahan video yang terintegrasi dengan AI.

Sistem ini tidak hanya menghasilkan penerjemahan teks presisi tinggi, tetapi juga mempertahankan nuansa emosional dari konten asli, menghasilkan sulih suara dengan nada ekspresif.

Saat ini, sistem tersebut mendukung penerjemahan teks ke lebih dari 100 bahasa dan keluaran sulih suara untuk lebih dari 20 bahasa.

Mikrodrama berdurasi 120 menit yang biasanya membutuhkan waktu 1-2 minggu untuk diterjemahkan dan diproduksi secara manual, dengan AI sebagai penerjemahan maka hanya membutuhkan waktu 3-4 jam.

Dengan memanfaatkan ekosistem produksi yang semakin canggih, jumlah perusahaan dan produk konten yang terspesialisasi membuat mikro drama telah bermunculan.

Tahun ini, dua drama mikro produksi Hunan Zhongshijie Culture Communication berjudul The Ascent dan The Law Queen dirilis di luar negeri.

Setelah menggunakan teknolgi penerjemahan berbasis AI, masing-masing tayang 30 juta dan 40 juta kali.

Selain meningkatkan pengalaman imersif secara dramatis, lab ini juga dapat memanfaatkan AI untuk menciptakan konten yang mustahil dicapai di dunia nyata.

Yaitu, menggunakan foto lama abad ke-20 kemudian dibuat menjadi animasi singkat mengenai kehidupan sang tokoh yang tampak sangat realistis, lengkap suara si tokoh.

“Meski kami tidak mengklaim sebagai perusahaan AI audiovisual terbaik di dunia, teknologi kami jelas unggul dalam satu hal,” kata Kepala Pengembangan Ekosistem Industri Laboratorium Audio-Visual, Malanshan Hu Guang pertengahan Oktober 2025.

Kami dapat secara akurat mengkloning ekspresi dan nada karakter drama video selama penerjemahan bahasa. Setidaknya dalam hal ini, kami yang terbaik di China.

Sejak didirikan tahun lalu, lab tersebut telah mengembangkan setidaknya 10 hardware audiovisual dan sedang mengembangkan 28 produ lainnya.

“Kami memutuskan untuk mendirikan kantor di Changsha karena merupakan pusat kreativitas audiovisual di China,” kata Hu.

Kota ini merupakan rumah bagi banyak perusahaan produksi papan atas, termasuk yang paling populer di China, yaitu Hunan Television dan layanan streaming daring Mango TV.

Hingga saat ini, lebih dari 2.000 mikro drama telah diterjemahkan dan dialihbahasakan oleh Malanshan, dengan total konten berdurasi lebih dari 200.000 menit dan ditonton lebih dari 5 miliar kali.

Selain Malanshan, Changsha juga menjadi rumah untuk Hunan Hotone Audio.

Sebuah perusahaan bidang audio dan instrumen musik dengan lini produk utamanya meliputi pedal gitar, amplifier, pembuat efek suara dan aksesori alat musik.

Produk unggulan Hotone adalah pembuat efek musik seri Ampero (seperti Ampero II Stomp, Ampero II Stage).

Yang merupakan efek gitar komprehensif serta pedal efek seperti Soul Press II, serta produk audio seperti antarmuka USB JOGG.

Reputasi Hotone terutama dibangun oleh teknologi pemodelan amplifier dan efek digitalnya.

Seri Ampero misalnya, menggunakan mesin khusus untuk mereplikasi nada dan respons dinamis amplifier.

Juga pedal analog klasik secara digital, terutama peralatan vintage dari tahun 1960-an hingga 1980-an.

Di kantor sekaligus pabrik Hotone di Changsha tampak tulisan dalam bahasa Mandarin yang berarti “Menggunakan inovasi teknologi untuk memainkan nada dunia”.

Wakil Presiden Hotone Chen Le mengatakan berbekal keahlian mendalam dalam pemrosesan sinyal digital, perusahaan terus mengeksplorasi integrasi teknologi terbaru dan musik.

Termasuk memanfaatkan AI, untuk mengoptimalkan audio dan secara akurat menciptakan kembali nada gitar klasik, dari berbagai era melalui algoritma digital.

Contohnya adalah prosesor multi-efek unggulan Hotone Ampero II Stage yang mengintegrasikan teknologi Composite Dynamic Circuit Modeling High Definition (CDCM HD).

Juga Field Impulse Response Enhancement (FIRE) milik Hotone sendiri sehingga menghasilkan efek gitar dengan nada kelas profesional

“Asia Tenggara selalu menjadi pasar utama bagi kami,” kata Chen Le yang mengenakan topi fedora untuk menunjukkan sisi seni dari dirinya.

Ada respon konsumen yang sangat positif di negara-negara seperti Thailand, Indonesia, dan Vietnam.

“Negara-negara tersebut memiliki komunitas musik yang dinamis dan suasana yang nyaman untuk bermain musik,” kata Chen Le.

Banyak orang yang bekerja di siang hari lalu bermain gitar di malam hari di jalanan, atau di bar dan kafe musik sehingga produk-produk kami menemani para pencinta musik di negara itu.

Dari Indonesia, musisi jazz Nathania Jualim disebut sebagai pengguna setia produk Hotone, termasuk gitar listrik.

Perakitan dan pengujian efek musik itu sendiri sebagian besar masih dilakukan dengan tangan dan telinga para pekerja.

Chen mengatakan, mesin-mesin masih kurang memiliki sentuhan halus yang dibutuhkan untuk menangani instrumen-instrumen presisi seperti itu.

“Namun otomatisasi akan datang suatu hari nanti ketika teknologi cukup maju untuk bekerja dengan sempurna. Kami menantikan waktu itu,” ungkap Chen.

Satu lagi industri kreatif di Changhsa adalah perusahaan pembuat mesin Do It Yourself (DIY).

Yaitu, Hunan Sijiu Technology yang menyediakan mesin sablon, mesin pencetak, mesin pemotong dan mesin-mesin lain yang mendukung proses kreativitas dalam DIY.

Hunan Sijiu memanfaatkan ceruk pasar yang sempit tapi loyal di negara-negara Eropa maupun Amerika Utara yang punya tradisi membuat produk eksklusif dan menunjukkan ciri individu.

Marketing Executive Hunan Sijiu Technology Oak Lin mengatakan, riset pasar awal menunjukkan budaya DIY yang kuat di Eropa dan Amerika Utara, di mana hampir setiap rumah tangga memiliki kotak peralatan.

Orang-orang di sana biasanya menghabiskan akhir pekan mereka untuk membuat atau memperbaiki barang sendiri sehingga memicu pertumbuhan pesat permintaan peralatan dan material terkait DIY.

“Penjualan kami di Amerika sangat meningkat selama pandemi. Dengan banyaknya orang yang terkurung di rumah, mesin kami menjadi solusi sempurna bagi penyandang disabilitas yang serba bisa,” ungkap Qiu Feiyun.

Mesin ini memungkinkan mereka untuk berkreasi secara mandiri dan menghasilkan pendapatan.

Perusahaan yang didirikan seorang warga asli Hunan pada 2018 tersebut, menunjukkan bagaimana menggunakan mesin potong, desain, cetak dan sablon secara mandiri, mudah dan dalam waktu singkat.

Mesin sablon yang tampak seperti printer kertas biasa tapi dengan warna hijau muda dan merah dadu itu tampak “menggemaskan” sekaligus “praktis”.

Peralatan canggihnya, termasuk pencetak pintar dan mesin press panas, dipadukan dengan perangkat lunak AI, memungkinkan para desainer dan kreator untuk mempersonalisasi pakaian, dekorasi, dan produk lainnya dengan mudah. ​​

Sijiu menyediakan material lain seperti kertas, tinta, maupun lainnya untuk menunjang perjalanan mulus dari konsep hingga kreasi akhir.

Produk terbaru adalah mesin yang dapat langsung membuat casing iPhone 17 sesuai pesanan.

Pengguna cukup memilih bahan, warna, dan pola yang diinginkan, dan perangkat akan langsung membuat desain unik yang diminta.

Meski perusahaan berspesialisasi dalam pengembangan peralatan kreasi DIY yang cerdas, tapi Sijui juga memproduksi bahan habis pakai pendukung, perangkat lunak, dan konten grafis kreatif.

Pengguna dapat dengan mudah mewujudkan ide mereka melalui dalam kaos, tas, gelas, tumbler hingga plakat kayu.

“Kami akan terus meningkatkan investasi dalam R&D dan inovasi dalam pengerjaan produk, sehingga para penggemar DIY global dapat menghargai keindahan kreativitas dan manufaktur China,” ungkap Oak Lin.

Kreativitas pada akhirnya terus bergerak baik di kepala manusia maupun dalam industri yang menggunakan teknologi hasil ciptaan manusia juga.(Ant)***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *