Industri Tambang: Pemberdayaan Perempuan Belum Sepenuhnya Dilakukan

pertambangan

PONTIANAK, borneoreview.co – Partisipasi perempuan masih menjadi pekerjaan rumah bagi industri tambang.

Industri ini dibangun dengan budaya kerja yang maskulin: alat berat, pekerjaan lapangan, hingga risiko kerja yang tinggi.

Akibatnya, ketimpangan partisipasi gender tampak nyata pada industri strategis ini.

Secara global, Women and the Mine of the Future Global Report pada April 2023 mencatat porsi pekerja laki-laki pada industri tambang mencapai 85 persen.

Sedangkan di Indonesia, pekerja perempuan hanya mencakup 8,24 persen (135 ribu orang) bila dibandingkan dengan pekerja laki-laki yang mencapai 91,76 persen (1,5 juta orang), sebagaimana yang dinyatakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2025.

Di samping porsi partisipasi, laporan Women and the Mine of the Future Global Report merinci, ketimpangan juga terlihat pada aspek lain seperti perbedaan besaran upah hingga akses terhadap jabatan strategis.

Pekerja perempuan juga cenderung ditempatkan pada area kerja yang lebih terbatas bila dibandingkan laki-laki, misalnya lebih umum bekerja pada bagian administratif dan di wilayah operasional urban.

Industri tambang pada dasarnya menghadapi dilema. Di satu sisi, ada tuntutan standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) dari investor sehingga perusahaan perlu mendorong keberagaman, kesetaraan, dan bersikap inklusif.

Pada sisi lainnya, desain kerja yang terlanjur maskulin membuat perusahaan tak bisa serta merta menggeser porsi gender dalam waktu singkat.

Maka, lensa ganda kerap menjadi solusi kreatif perusahaan. Keberpihakan terhadap perempuan diwujudkan melalui metrik internal dan eksternal, yakni karyawan dan komunitas.

Strategi itu yang diterapkan oleh salah satu pemain tambang PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA).

Kesempatan Perempuan

Pada sisi internal, PT Merdeka Copper Gold Tbk berusaha menjaga tingkat partisipasi perempuan berada pada level yang memadai.

Sebagai contoh, anak perusahaannya PT Bumi Suksesindo (PT BSI) mencetak tren peningkatan pada jumlah karyawan perempuan, dari di bawah 50 pekerja pada 2018 menjadi hampir menyentuh 250 pekerja pada 2024.

PT BSI saat ini mengoperasikan area tambang seluas 992 hektare dari total konsesi 4.998 hektare dengan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP), untuk emas dan mineral pengikutnya yang diterbitkan pada 2012.

Kegiatan penambangan berlokasi di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, pada kawasan hutan produksi.

Teranyar, perusahaan mengganti truk pengangkut di wilayah operasional dari yang berkapasitas 60 ton menjadi 100 ton.

Pertambangan Berkelanjutan
Generasi muda perlu untuk memahami literasi pertambangan yang berkelanjutan. (ANTARA/HO-MediaMIND)

Keuntungan dari keputusan ini adalah efisiensi biaya serta efektivitas operasional penambangan.

Sedangkan risikonya, alat operasional yang dimiliki perusahaan bisa jadi makin sulit dijangkau oleh perempuan.

Namun, perusahaan memiliki program yang bisa meredam risiko keterbatasan pengoperasian alat berat oleh pekerja perempuan.

Sejak 2020, perusahaan menjalankan program Female Green Operator yang membuka kesempatan kepada perempuan muda tanpa pengalaman (non-skill) di Kecamatan Pesanggaran (Ring 1), menerima pelatihan berjenjang untuk menjadi operator alat berat tambang.

Head of Technical Services Department PT BSI Erik Wibisana Barnas saat kunjungan media di area tambang Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (8/11/2025).

Ia merinci pelatihan itu dimulai dari pembinaan mental dan fisik untuk mempersiapkan mereka bekerja di lingkungan tambang yang didominasi oleh laki-laki.

Pelatihan pun dilanjutkan dengan kelas teori selama sekitar 80 jam untuk mempelajari pengenalan dan pelatihan simulator selama 40 jam yang meniru kondisi lapangan secara nyata.

Selanjutnya, peserta menjalani on the job training (OJT) bertahap di area operasi, masing-masing sekitar 40 jam.

Dimulai dari latihan dasar hingga mengikuti alur produksi sesungguhnya di bawah pendampingan trainer dan senior operator.

Pada tahap akhir, peserta menjalani orientasi waktu kerja (shift) malam sebelum dinyatakan kompeten dan dapat mengoperasikan alat secara mandiri.

Erik menyatakan program ini sebagai kebanggaan dari perusahaan.

Inisiatif ini memang perlu mendapat sorotan agar bisa menjadi model untuk direplikasi oleh perusahaan tambang lain.

Bila kembali mengacu pada laporan Women and the Mine of the Future Global Report.

Program ini menjawab tantangan industri tambang yang cenderung menempatkan perempuan, pada posisi administratif dan area operasional urban.

Pada Female Green Operator, perempuan mendapatkan akses terhadap posisi operasional alat berat yang kerap dianggap maskulin dan bekerja di wilayah pusat area tambang.

Pekerjaan rumah berikutnya adalah mendongkrak tingkat partisipasinya.

Meski trennya meningkat, persentase pekerja perempuan di PT BSI masih berkisar 7,5 persen dari total pekerja yang mencapai 3.321 orang.

MDKA sebagai induk perusahaan menyatakan masih berusaha mengembangkan program yang bisa meningkatkan jumlah karyawan perempuan.

Meski begitu, perusahaan meyakini, rekor yang dimiliki perusahaan sebagai grup saat ini telah berada mendekati titik tren global.

Dengan level 11 persen bila dibandingkan tingkat 15 persen pada laporan Women and the Mine of the Future Global Report.

Memberdayakan Komunitas Perempuan

Untuk mengimbangi keterbatasan pada sisi internal, grup perusahaan memanfaatkan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM) untuk bisa memberikan keuntungan kepada perempuan.

pekerja tambang
Tim PT Freeport Indonesia menggunakan berbagai peralatan berupaya menyelamatkan tujuh pekerja tambang yang masih terjebak di area tambang bawah tanah Grasberg Block Cave (GBC) Tembagapura. (ANTARA/HO-PT Freeport Indonesia

Salah satunya adalah pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Program ini kerap menjadi jalan singkat perusahaan untuk memenuhi aspek sosial dalam standar ESG.

Meski begitu, tak dimungkiri, dampaknya pun bisa dirasakan dalam waktu singkat oleh masyarakat.

Melalui PT BSI, dibentuk UKM Center-Q yang memberdayakan tenaga kerja dari kelompok ibu-ibu rumah tangga di sekitar area tambang.

Program ini dimulai pada 2017 dengan pendampingan produksi berbagai jenis pangan olahan, seperti keripik buah naga, kerupuk, bagiak, dan roti kering.

Perwakilan UKM Center-Q Zaenab Alifia mengatakan inisiatif ini membantu menopang ekonomi perempuan warga lokal, termasuk untuk bangkit dari efek pandemi COVID-19.

Zaenab pun menyebut perhatian PT BSI terhadap kelompok usaha ini juga termasuk memikirkan lokasi sentra UKM, yang kini direlokasi ke wilayah operasional tambang agar lebih strategis dan mudah dijangkau.

Relokasi itu membuat karyawan PT BSI turut meramaikan penjualan produk sentra UKM, di samping target pasar dari kelompok wisatawan.

Selain itu, ibu-ibu rumah tangga ini juga memanfaatkan relasi dengan tenaga kerja wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri untuk memasarkan produk mereka.

Berkat berbagai upaya itu, omzet usaha UKM Center-Q secara total bisa menyentuh angka Rp300 juta, yang berasal dari sekitar 100 orang sehingga omzet tiap orang berkisar Rp10 juta.

Head of Corporate Communications PT Merdeka Copper Gold Tbk Tom Malik mengatakan, sudah sepatutnya perusahaan tambang, yang umumnya beroperasi di area bukan pusat ekonomi, untuk menjadi motor perekonomian wilayah setempat.

Melalui sentra UKM, perusahaan berusaha memenuhi kewajiban sosial aspek ESG dengan membangun kemandirian ekonomi oleh perempuan di area operasional tambang.

Perhatian perusahaan terhadap isu perempuan mungkin berakar pada kebutuhan untuk mengelola risiko dan membangun reputasi demi keberlanjutan bisnis.

Namun, kepentingan ini bisa menjadi celah untuk mendorong perusahaan mengembangkan program yang bisa memberdayakan perempuan.

Dengan demikian, meski industri ini bersifat maskulin, perempuan juga dapat merasakan manfaat dari aktivitas pertambangan.(Ant)***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *