PONTIANAK, borneorevie.co – Salah satu tradisi yang selalu hadir saat Lebaran yakni halal bihalal. Biasanya dengan bersilaturahmi ke rumah tetangga, saudara, dan kerabat.
Yang jelas, pada acara halal bihalal, tiap orang akan saling memaafkan dan bersalam-salaman.
Namun, seperti apa halal bihalal itu?
Melansir berbagai sumber, Selasa (8/4/2025), halal bihalal juga berkembang menjadi ajang open house, di mana sebuah rumah atau instansi mengundang orang untuk datang bersilaturahmi.
Tradisi ini merupakan tradisi asli Indonesia yang tak dapat ditemukan di negara-negara lain.
Halal bihalal sejatinya berasal dari kata serapan ‘halal’ dengan sisipan ‘bi’ yang berarti ‘dengan’ (bahasa Arab) di antara ‘halal’.
Namun, halal bihalal sebenarnya bukan berasal dari Arab, melainkan merupakan tradisi yang dibuat di Indonesia.
Kata halal bihalal bahkan sudah dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Berikut dua versi asal usul halal bihahal yang patut diketahui:
1. Versi I
Istilah halal bihalal berasal dari kata ‘alal behalal’ dan ‘halal behalal’. Kata ini masuk dalam kamu Jawa-Belanda karya Dr Th Pigeaud pada 1938.
Dalam kamus ini alal behalal berarti dengan salam (datang, pergi) untuk (memohon maaf atas kesalahan kepada orang lebih tua atau orang lainnya setelah puasa (Lebaran, Tahun Baru Jawa).
Sementara halal behalal diartikan sebagai dengan salam (datang, pergi) untuk (saling memaafkan di waktu Lebaran).
Asal usul istilah Halalbihalal ini bermula dari pedagang martabak asal India di Taman Sriwedari Solo sekitar tahun 1935-1936.
Pada saat itu, martabak tergolong makanan baru bagi masyarakat Indonesia.
Pedagang martabak ini dibantu dengan pembantu primbuminya kemudian mempromosikan dagangannya dengan kata-kata ‘martabak Malabar, halal bin halal, halal bin halal’.
Sejak saat itu, istilah halal behalal mulai populer di masyarakat Solo.
Masyarakat kemudian menggunakan istilah ini untuk sebutan seperti pergi ke Sriwedari di hari Lrbaran atau silaturahmi di hari Lebaran.
Kegiatan halal bihalal kemudian berkembang menjadi acara silaturahmi saling bermaafan saat Lebaran.
2. Versi II
Asal usul halal bihalal berasal dari KH Abdul Wahab Hasbullah pada 1948. KH Wahab merupakan seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama.
KH Wahab memperkenalkan istilah halal bihalal pada Bung Karno sebagai bentuk cara silaturahmi antar-pemimpin politik yang pada saat itu masih memiliki konflik.
Atas saran KH Wahab, pada Hari Raya Idul Fitri pada 1948, Bung Karno mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahim yang diberi judul ‘Halal bihalal.’
Para tokoh politik akhirnya duduk satu meja. Mereka mulai menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depan.
Sejak saat itu, berbagai instansi pemerintah di masa pemerintahan Bung Karno menyelenggarakan halal bihalal.
Halal bihalal kemudian diikuti masyarakat Indonesia secara luas, terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama.***