Izin Pertambangan Rakyat di NTB, Koperasi Telah Ajukan Pengajuan Izin

Tambang Emas Tradisional

MATARAM, borneoreview.co – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat, sebanyak 13 koperasi di wilayah ini telah mengajukan Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

“Ada 13 koperasi yang sudah dalam proses pengajuan,” kata Kepala Bidang Mineral dan Batu bara Dinas ESDM Provinsi NTB Iwan Setiawan, di Mataram, Jumat (5/9/2025).

Pengajuan itu melalui sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik. Atau, Online Single Submission (OSS), maupun yang dilakukan secara manual

Ia menyebutkan 13 koperasi yang telah mengajukan IPR ini tersebar di sejumlah wilayah di NTB, di antaranya Kabupaten Lombok Barat, Sumbawa, Dompu, dan Kabupaten Bima.

“Satu koperasi satu IPR dan 13 koperasi ini sedang proses semua,” ujarnya pula.

Iwan mengatakan meski telah mengurus IPR, belasan koperasi itu belum ada satu pun yang diberikan izin untuk melakukan kegiatan penambangan.

“Memang izin-izin sedang diurus, tapi belum ada yang ‘clear’ untuk menambang,” kata Iwan Setiawan.

“Jadi, ini masih dalam proses pengurusan izin. Karena ada banyak, misalnya dokumen lingkungan UKL-UPL, susunan pengurus sampai dengan dokumen reklamasi pasca-tambang,” katanya lagi.

Ditanya instansi mana yang boleh mengeluarkan izin. Iwan menegaskan tergantung masing-masing dokumen yang diajukan.

Misalnya, izin lingkungan dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB.

Sedangkan, dari ESDM menyiapkan dokumen reklamasi pasca-tambang. Sementara, untuk iuran IPR di Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bapenda).

“Terkait iuran ini sedang direvisi melalui Peraturan Daerah (Perda) Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRB),” ujar Iwan lagi.

Menurutnya, semua perizinan ini didelegasikan ke pemerintah provinsi bukan lagi pemerintah pusat.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 tentang Pendelegasian Perizinan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara.

IPR ini harus di dalam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), sehingga pengajuan WPR tidak boleh tumpang tindih dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“Kalau (koperasi) mengajukan di dalam IUP harus dilepas dulu IUP-nya dan Surat Keputusan (SK) harus dari kementerian,” kata Iwan pula.

Lebih lanjut, Iwan menambahkan berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara, satu WPR hanya boleh mengelola 25 hektare. Sementara, untuk koperasi ini diberikan maksimal 10 hektare.

“Jadi, pengajuan untuk koperasi maksimal 10 hektare, pengajuan untuk perseorangan itu maksimal 5 hektare. Artinya yang dikelola koperasi itu 10 hektare di dalam 25 hektare,” katanya lagi.

Sebelumnya, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal menegaskan tujuan penerbitan IPR melalui skema pembentukan koperasi lokal yang dilakukan oleh sejumlah penambang di Pulau Sumbawa.

“Pendekatannya bukan IPR, tapi optimalisasi potensi pertambangan yang ada di provinsi,” kata Iqbal, Kamis (14/8/202025).

Menurut Iqbal, saat ini instrumen hukum terkait kebijakan tersebut sudah lengkap berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 194.K/MB.01/MEM.B/2025.

Pemerintah NTB bersama Kepolisian Daerah (Polda) NTB mempercepat penerbitan izin, agar manfaat tambang bisa dirasakan oleh masyarakat sekitar dan juga negara.

Motivasi utama kebijakan itu, menghentikan kerusakan lingkungan yang terjadi selama puluhan tahun.

“Terutama penggunaan merkuri dan sianida yang mencemari air dan tanah di sekitar tambang akibat tambang ilegal,” katanya pula.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *