PONTIANAK, borneoreview.co — Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kuching berhasil memulangkan Marlia, seorang warga negara Indonesia asal Desa Semanga, Kecamatan Sejangkung, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Sarawak, Malaysia. Marlia diketahui telah bekerja sebagai asisten rumah tangga di Bintulu, Sarawak, sejak 2006 tanpa menerima gaji dan dilarang pulang ke Indonesia selama 17 tahun oleh majikannya.
Konsul Jenderal RI di Kuching, Raden Sigit Witjaksono, bersama tim Pelindungan WNI KJRI Kuching, mendampingi proses repatriasi Marlia hingga tiba di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Aruk di Sambas pada Jumat (25/10). Langkah ini merupakan bagian dari upaya KJRI Kuching dalam melindungi hak-hak pekerja migran Indonesia yang menjadi korban eksploitasi.
Kisah kelam Marlia bermula saat ia meninggalkan tanah air dan masuk ke Malaysia pada tahun 2004. Ia bekerja di rumah seorang majikan di Bintulu yang melarangnya berkomunikasi dengan keluarganya, menyebabkan pihak keluarga kehilangan jejak selama bertahun-tahun. Ayah Marlia, Mirdan, Kepala Desa Semanga, melaporkan kehilangan kontak dengan putrinya sejak kepergiannya ke Malaysia.
Pada Juni 2023, upaya pelarian Marlia dari rumah majikannya akhirnya berhasil setelah mendapat bantuan dari seorang warga Malaysia. Melalui bantuan ini, keluarga Marlia di Indonesia mengetahui keberadaannya, yang kemudian dilaporkan kepada pihak KJRI Kuching. Setelah menerima laporan tersebut, tim KJRI Kuching segera melakukan penelusuran dan berhasil menemukan Marlia di rumah warga Malaysia yang memberinya perlindungan sementara.
Kasus Marlia kemudian diproses hukum di bawah Undang-Undang Pencegahan Perdagangan Orang dan Penyelundupan Migran 2007 (ATIPSOM 2007) oleh pihak berwenang di Sarawak. Setelah beberapa kali persidangan, pada 6 September 2024, Mahkamah Rendah Bintulu memutuskan bahwa mantan majikan Marlia harus membayar kompensasi sebesar 100.000 ringgit Malaysia atau sekitar Rp360 juta. Putusan ini menjadi kemenangan kecil bagi Marlia setelah bertahun-tahun mengalami penderitaan.
Selama hampir dua tahun setelah diselamatkan, Marlia ditempatkan di Rumah Perlindungan Wanita (RUPAWAN) di Kota Kinabalu, Sabah, sebelum akhirnya dipulangkan. KJRI Kuching, bekerja sama dengan Jabatan Imigresen Malaysia (JIM) Sarawak dan Sabah, memastikan proses pemulangannya melalui Kompleks Imigrasi, Bea Cukai, Karantina Biawak (ICQS Biawak) di Lundu, Sarawak, hingga PLBN Aruk di Sambas, Kalimantan Barat.
Raden Sigit Witjaksono, Konjen RI di Kuching, menegaskan komitmen KJRI dalam melindungi pekerja migran Indonesia yang menjadi korban TPPO.
“Kami akan terus bekerja sama dengan pihak berwenang di Malaysia untuk memastikan keadilan dan keselamatan bagi WNI di wilayah akreditasi kami,” ujarnya.
Kisah Marlia mengingatkan pentingnya pengawasan dan perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia di luar negeri. KJRI Kuching berkomitmen untuk terus meningkatkan kerja sama penanganan TPPO dan memastikan keselamatan setiap WNI yang bekerja di Malaysia.