Site icon Borneo Review

Kasus Perdagangan Ilegal Sisik Trenggiling, DL Terancam Hukuman Maksimal

perdagangan ilegal

Sidang ke-11 kasus perdagangan ilegal sisik trenggiling yang sedianya digelar di Pengadilan Negeri Sanggau pada Selasa (5/8/2025) kemarin. (borneoreview/ANTARA)

PONTIANAK, borneoreview.co – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Sanggau memastikan akan menjatuhkan tuntutan maksimal terhadap terdakwa DL dalam kasus perdagangan ilegal sisik trenggiling di Kabupaten Sanggau.

“Tuntutan tersebut kini tengah disusun secara cermat untuk memastikan keadilan hukum dan memberikan efek jera terhadap pelaku kejahatan terhadap perdagangan ilegal sisik trenggiling sebagai satwa dilindungi,” kata JPU Robin Pratama, Kamis (7/8/2025).

Robin menjelaskan, pada sidang ke-11 kasus perdagangan ilegal sisik trenggiling yang sedianya digelar di Pengadilan Negeri Sanggau pada Selasa (5/8/2025) kemarin, dengan agenda pembacaan tuntutan, terpaksa ditunda hingga Kamis ini. Penundaan ini dilakukan atas permintaan JPU yang menyatakan masih memerlukan waktu tambahan guna merampungkan surat tuntutan secara lebih teliti dan proporsional.

“Agenda Selasa kemarin sebenarnya untuk pembacaan tuntutan. Namun kami dari JPU masih butuh waktu menyusun surat tuntutan secara cermat, kami pastikan minggu depan tuntutan terhadap terdakwa akan kami bacakan,” tuturnya.

Robin menegaskan bahwa pihaknya tengah mendalami kembali berkas perkara, termasuk membandingkannya dengan kasus serupa untuk menghindari terjadinya disparitas tuntutan. Ia menyebut bahwa penyusunan tuntutan kasus perdagangan ilegal sisik trenggiling mempertimbangkan dampak serius dari kejahatan terhadap satwa liar, khususnya trenggiling yang kini masuk dalam daftar mamalia paling terancam punah di dunia.

Dalam sidang sebelumnya, Rabu (30/7/2025), JPU menghadirkan saksi kunci Maria Endang yang telah lebih dulu divonis dalam kasus serupa. Di hadapan majelis hakim, Maria mengakui pernah melakukan transaksi jual beli sisik trenggiling dengan terdakwa DL di rumah terdakwa yang berlokasi di wilayah Toba, Kabupaten Sanggau.

“Maria Endang mengakui transaksi tersebut dilakukan secara langsung di rumah DL. Nilai transaksi yang disebutkan mencapai sekitar Rp15 juta, meski saksi mengaku tidak ingat berapa kali transaksi itu terjadi,” ungkap Robin.

Pengakuan ini semakin memperkuat dakwaan terhadap DL, yang diduga menjadi bagian dari jaringan perdagangan satwa dilindungi di wilayah Kalimantan Barat.

Robin menegaskan bahwa terdakwa DL dijerat dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancaman hukuman dalam kasus ini tergolong berat, dengan pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal hingga 20 tahun, tergantung pembuktian unsur-unsur pasal yang didakwakan.

Selain itu, tindakan terdakwa juga melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang secara tegas melarang perdagangan bagian tubuh trenggiling dalam bentuk apapun, termasuk sisik.

“Kami ingin memastikan bahwa tuntutan yang kami ajukan tidak hanya adil dan proporsional, tetapi juga menjadi peringatan keras terhadap semua pihak yang terlibat dalam perdagangan satwa dilindungi,” katanya.

Kasus perdagangan ilegal sisik trenggiling ini menjadi perhatian luas di Kalimantan Barat, mengingat praktik perdagangan sisik trenggiling masih marak dan mengancam kelestarian spesies yang memiliki peran penting dalam ekosistem.

JPU pun mengajak masyarakat untuk terus mengawal proses hukum ini dan melaporkan bila menemukan indikasi perdagangan ilegal satwa dilindungi di sekitarnya. (Ant)

Exit mobile version