Kejuaraan Dunia Senam: Isyarat Dari Panggung, Atlet Israel Tak Bakal Dapat Ikut Bertanding

Kejuaraan-Dunia-Gimnastik-2025

PONTIANAK, borneoreview.co – Mulai Minggu pekan ini, Indonesia akan menyelenggarakan salah satu turnamen olahraga bergengsi di dunia, Kejuaraan Dunia Senam.

Nama resmi kejuaraan itu adalah, Artistic Gymnastics World Championships 2025.

Bersama atletik dan renang, senam adalah cabang olahraga primadona dalam Olimpiade, dan ajang-ajang multi cabang lain di bawahnya, baik dalam skala regional maupun nasional.

Kejuaraan dunia ini akan dilangsungkan di Jakarta dari 19 sampai 25 Oktober 2025.

Seperti Piala Dunia U20 2023, perhelatan ini mendapatkan atensi luar biasa besar dari dunia.

Bukan semata-mata karena aspek keolahragaan, tapi juga karena relasinya dengan politik global, khususnya Israel.

Dua tahun lalu Indonesia hampir menggelar turnamen FIFA pertama yang diadakan di negeri ini, Piala Dunia U20.

Pada Maret 2023, tiga bulan sebelum turnamen itu kickoff, FIFA mencabut hak Indonesia setelah sejumlah pemerintah daerah yang menjadi penyelenggara turnamen itu, menolak keikutsertaan tim Israel.

Turnamen itu pun akhirnya diadakan di Argentina pada Mei dan Juni 2023.

Uniknya, Indonesia tak mendapatkan sanksi berat dari FIFA.​​​​​​ Indonesia malah dianugerahi hak menyelenggarakan Piala Dunia U17, yang diadakan tahun itu juga dari 10 November sampai 2 Desember. Tak ada tim Israel dalam turnamen ini.

Ini mungkin salah satu bukti betapa nilai Indonesia bagi olahraga global teramat tinggi.

Akan fatal akibatnya jika negara dengan jumlah penggemar sepak bola yang sangat banyak, diasingkan hanya karena memegang amanat konstitusi yang justru harus dihormati dunia.

Ini bukan saja tentang sikap politik nasional, tapi juga karena pertimbangan menghindarkan sebuah turnamen memicu gejolak besar di dalam negeri akibat protes massa atas kehadiran tim olahraga Israel.

Tak Punya Yurisdiksi

Padahal waktu itu Perang Gaza antara Israel dan Hamas, belumlah terjadi.

Konflik itu meletus setelah Hamas dan kelompok-kelompok Palestina, melancarkan serangan ke dalam wilayah Israel pada 27 Oktober 2023.

Perang itu lalu berubah menjadi malapetaka kemanusiaan yang membuat dunia marah, setelah Israel melancarkan balas dendam kolektif yang memicu genosida.

Mahkamah Internasional sampai memasukkan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dalam daftar perintah penangkapan karena genosida.

Hal itu persis dengan yang diberlakukan terhadap Presiden Rusia, Vladimir Putin yang dituding melakukan hal serupa di Bucha, Ukraina.

Tak terbayangkan jika Indonesia tetap mengizinkan pesenam Israel tampil di Jakarta nanti, saat dunia sudah begitu marah terhadap Israel.

Ini bukan diskriminatif dan politis. Ini tentang amanat konstitusi, dan mencegah situasi domestik panas karena kehadiran atlet Israel.

Justru ketika hampir seluruh dunia murka terhadap Israel, selain keperluan untuk sejalan dengan politik luar negeri Indonesia.

Kali ini Indonesia tak memberikan jaminan visa untuk atlet-atlet senam Israel, termasuk Artem Dolgopyat, juara dunia sekaligus peraih medali emas Olimpiade 2020.

Federasi Senam Israel (IGF) lalu mengadukan masalah ini ke Mahkamah Arbitrase Olahraga (CAS) di Lausanne, Swiss.

Israel adalah satu dari 86 negara yang sudah terdaftar sebagai peserta Kejuaraan Dunia Senam 2025 di Jakarta.

IGF meminta CAS memaksa Federasi Senam Internasional (FIG), agar memberikan jaminan kepada Israel untuk mengikuti Kejuaraan Dunia Senam di Jakarta itu.

IGF juga meminta CAS memindahkan penyelenggaraan kejuaraan dunia senam itu ke tempat selain Indonesia.

CAS menolak semua permintaan Israel itu, dengan alasan tak memiliki yurisdiksi membatalkan keputusan pemerintah Indonesia, dalam soal visa.

Juga tak memiliki kewenangan memaksa FIG, mengeluarkan jaminan bahwa atlet-atlet Israel boleh berlaga dalam Kejuaraan Dunia Senam Artistik 2025 itu.

CAS juga menyatakan tak berwenang membatalkan atau menjadwal ulang kejuaraan senam global itu.

Kemenangan Moral

Putusan CAS itu adalah kemenangan moral bagi Indonesia dan bagian dunia yang marah, terhadap kejahatan yang dilakukan Israel di Palestina.

Hingga, mereka yang dulu selalu mendukung Israel kini mengakui Negara Palestina.

Ini juga kemenangan besar PBB, khususnya panel pakar hak asasi manusia, yang beberapa pekan lalu meminta badan sepak bola Eropa (UEFA) dan FIFA.

Melarang Israel mengikuti kompetisi-kompetisi UEFA dan FIFA, termasuk Kualifikasi Piala Dunia 2026.

Sebaliknya, putusan CAS, dan sikap FIG yang tak menyalahkan Indonesia, adalah pesan buruk bagi Israel.

Sekretaris Jenderal IGF, Sarit Shenar sampai menyatakannya sebagai preseden untuk munculnya sikap serupa, dari negara dan badan olahraga internasional yang lain terhadap Israel.

Israel khawatir apa yang berlaku pada Kejuaraan Dunia Senam 2025, menular ke ajang-ajang olahraga internasional lain, dan kemungkinan benar akan begitu.

Mungkin memang akan ada Indonesia-Indonesia berikutnya, dan badan-badan olahraga global lain yang bersikap seperti FIG.

Ini akan buruk bagi Israel, sebaliknya baik bagi dunia.

Walau konflik Gaza memasuki gencatan senjata menyeluruh Hamas-Israel, sikap dunia terhadap Israel tak akan cepat-cepat berubah, termasuk di ruang-ruang kompetisi olahraga global.

Israel boleh mengatakan ini politisasi olahraga. Namun, dunia olahraga tak bisa terus bungkam.

Apalagi turnamen-turnamen olahraga kerap menjadi ajang mempromosikan dukungan kepada genosida. Seperti dilakukan para pendukung sepak bola Israel.

Dewan Kota Amsterdam, Belanda, bahkan melarang sejumlah klub Israel, yang berbasis di daerah pendudukan di Tepi Barat, memasuki stadion-stadion olahraga di ibu kota Belanda itu.

Di tempat lain, di berbagai kompetisi sepak bola Eropa, suara protes terhadap Israel semakin kencang.

Para eksekutif politik dan olahraga di Eropa pun begitu, termasuk Kepala Federasi Sepak Bola Norwegia, Lise Klaveness.

Yang menilai Israel harus mendapatkan perlakuan, seperti Eropa memperlakukan Rusia akibat invasinya di Ukraina.

Ini realitas yang harus dihadapi Israel. Mereka harus menanggung akibat dari ulah pemimpin mereka, yang tak pernah mempan ditekan siapa pun pun.

Jika semua instrumen tak mempan, tak ada salahnya olahraga dipakai untuk menekan Israel.

Supaya kesewenang-wenangan dikoreksi, dan kejahatan kemanusiaan seperti genosida tak luput dari hukum dunia.

Seharusnya tak boleh ada pengecualian meski negara itu terlalu berkuasa atau dibeking oleh negara yang terlalu berkuasa.

Lagi pula, hal yang terjadi seperti pada Kejuaraan Dunia Senam 2025 ini sudah sering terjadi di masa lalu.

Rasisme apartheid Afrika Selatan tumbang karena isolasi total dunia, termasuk dari panggung olahraga. Jangan lupakan pula isolasi olahraga terhadap Rusia dan Belarus.

Aneh jika dunia bersikap lain terhadap Israel.

Sudah waktunya panggung olahraga dipakai kembali untuk membantu menekan kaum yang lalim dan memberikan dukungan moral kepada kaum yang teraniaya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *